BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Memberdayakan
ekonomi rakyat sesungguhnya merupakan kewajiban mutlak dari suatu negara. Bagi
bangsa Indonesia yang berazaskan Pancasila, menggerakkan ekonomi adalah untuk
mencapai tujuan kemakmuran bersama yang dinyatakan dalam Sila ke Lima dari
Pancasila yaitu, “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sejalan pesan
konstitusional tersebut maka dalam era
Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid dua sekarang ini, prioritas pembangunan
diarahkan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. selain itu Memajukan
Kesejahteraan umum merupakan tanggung jawab pemerintah seperti yang telah
tertera dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat : “. . . Kemudian dari pada
itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
. . . ”
Sejak
era orde lama, orde baru, sampai sekarang Memajukan Kesejahteraan umum merupaka
agenda utama tiap kabinet dalam membuat kebijakan akan tetapi permasalahan ini
tidak pernah selesai, Kondisi ini menjadi indikator bahwa masyarakat banyak
belum berperan sebagai subyek dalam pembangunan nasional. Untuk sampai pada
tujuan tersebut, rakyat perlu dibekali modal material dan mental Indikator ini
juga telah menginspirasikan perlunya pemberdayaaan ekonomi rakyat yang kemudian
berkembang menjadi isu untuk membangun sistem perekonomian yang bercorak
kerakyatan. Untuk meningkatkan peran
masyarakat dalam pembangunan harus menggunakan pendekatan multi disiplin yang
berdimensi pemberdayaan, Pemberdayaan yang tepat harus memadukan aspek-aspek
penyadaran, peningkatan kapasitas, dan pendayagunaan hal ini dikarenakan Permasalahan
pemberdayaan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara
bersama dan terkoordinasi.
Selain
itu dalam pembangunan bidang ekonomi, harus menekankan implementasi azas kekeluargaan sebagai mana tercantum dalam UUD 1945 (pasal
33 ayat 1) dan penyelenggaraan perekonomian nasional yang berdasar atas
demokrasi ekonomi (pasal 33 ayat 4). Dalam hal ini pemberdayaan UKM, berkaitan
langsung dengan kehidupan dan peningkatan kesejahteraan bagi sebagian besar
rakyat Indonesia. Selain itu, potensi dan peran strategisnya telah
terbukti menjadi penopang kekuatan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Keberadaan
Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) yang dominan sebagai pelaku ekonomi nasional
juga merupakan pengerak dalam pembangunan ekonomi rakyat, khususnya dalam
rangka perluasan kesempatan berusaha bagi wirausaha baru dan penyerapan tenaga
kerja serta menekan angka pengangguran.
Salah
satu cara meningkatkan peran masyarakat dalam memajukan kesejahteraan umum
adalah antara lain dengan meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM).
Kegagalan pola pembangunan ekonomi yang bertumpu pada konglomerasi usaha besar
yang pernah di terapkan orde baru telah mendorong para perencana ekonomi untuk
mengalihkan upaya pembangunan dengan bertumpu pada pemberdayaan usaha kecil dan
menengah. Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) merupakan kelompok pelaku ekonomi
terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi pengaman
perekonomian nasional dalam masa krisis ekonomi, serta menjadi dinamisator
pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Secara nyata Usaha Kecil Menengah (UKM)
juga sebagai sektor usaha yang berperan besar terhadap pembangunan nasional,
terbukti telah mampu menciptakan peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga
kerja dalam negeri, sehingga sangat membantu dalam mengurangi jumlah
pengangguran.
Dari
sekian banyak jenis Usaha Warung tegal
merupakan salah satu jenis usaha yang dapat digolongkan sebagai Usaha mikro
sekaligus Usaha kecil yang tergolong dalam batasan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM). Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). maka batasan Usaha mikro dan Usaha kecil didefinisikan sebagai berikut
:
a. Usaha
Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
b. Usaha
Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Tabel
1.1 Berikut batasan UKM menurut jumlah
asset dan omzet berdasarkan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2008
No
|
URAIAN
|
KRITERIA
|
|
ASSET
|
OMZET
|
||
1
|
USAHA
MIKRO
|
Maks.
50 Juta
|
Maks.
300 Juta
|
2
|
USAHA
KECIL
|
>
50 Juta - 500 Juta
|
>
300 Juta - 2,5 Miliar
|
3
|
USAHA
MENENGAH
|
>
500 Juta - 10 Miliar
|
>
2,5 Miliar - 50 Miliar
|
Sumber
: Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008
Dalam
rangka mewujudkan pemberdayaan
masyarakat, Maka pada tanggal 5 November 2007, Pemerintah Indonesia
mencanangkan Program Kredit Usaha Rakyat untuk membantu permodalan sektor Usaha
Kecil Dan Menengah. Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disebut KUR adalah
kredit modal kerja dan atau kredit investasi yang diberikan oleh Perbankan
kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan koprasi (UMKM-K) yang feasible
maksudnya adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki
kemampuan untuk mengembalikan tetapi belum bankable atau belum dapat memenuhi
persyaratan perkreditan atau pembiayaan dari Bank pelaksana antara lain dalam
hal penyediaan agunan dan pemenuhan persyaratan perkreditan atau pembiayaan
yang sesuai dengan ketentuan Bank Pelaksana termasuk sector Usaha Kecil Dan
Menengah (UKM), memiliki usaha
produktif yang didukung dengan program penjaminan.
Landasan
operasional Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah Peraturan Presiden nomor 2
tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan,yang mengatur lembaga penjaminan baik
lembaga keungan yang berbentuk Bank maupun lembaga keuangan bukan bank yang akan memberikan
penjaminan kredit, melihat pentingnya percepatan pertumbuhan ekonomi untuk
memajukan kesejahteraan umum
perlu mendapat dorongan yang lebih maka pemerintah melalui Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun
2007
Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil Dan
Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah. dengan ini menginstruksikan,
Kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,
dan kementrian serta lembaga Negara
terkait untuk Mengambil
langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan
masing-masing, dalam rangka pelaksanaan kebijakan percepatan pengembangan
sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah guna meningkatkan
pertumbuhan ekonomi indonesia.
Dengan adanya Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) usaha kecil dan menengah
diharapkan mampu bertahan menguat dan memulihkan perekonomian nasional,
disamping bisa lebih berdaya yang menuju kepada kesejahteraan. Program kur
bertujuan memberikan bantuan secara materil terhadap usaha kecil dan menengah,
dimana modal merupakan permasalahan utama usaha kecil dan menengah. Program Kredit
Usaha Rakyat merupakan program nasional yang bertujuan untuk memberdayakan
usaha kecil dan menegah.
Dalam era otonomi daerah maka setiap program yang sifatnya Nasional
seyogyanya dilaksakan secara terkordinasi dengan pemerintah daerah sebagai
bagian dari Negara kesatuan rebublik indonesia, begitu juga dengan program nasional
Kredit Usaha rakyat. Dalam hal ini peneliti memfokuskan penelitian tentang
Kredit Usaha Rakyat di Kota Tegal yaitu tentang pengaruh Kredit Usaha Rakyat
terhadap evektifitas pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menegah (UKM) Warung Tegal
(WARTEG).
Usaha Warung Tegal di Kota Tegal merupakan usaha yang sangat potensial
untuk dikembangkan mengingat usaha Warung Tegal sudah pemiliki pasar tersendiri
di mata pelangan disamping jumlahnya yang lumayan banyak dan memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat ini terbukti dari data dinas
perdangangan perindusterian dan koprasi Kota Tegal, dinama salah satu mata
pencaharian terbesar masyarakat kota tegal yaitu sebanyak 18.59% adalah pedagang dan 10% diantaranya
adalah Pedagang Warteg. Selain itu Warteg Juga merupakan icon atau ciri khas
Kota Tegal khususnya di Kecamatan Margadana, yang diharapkan biasa meningkatkan perekonomian
warga kota Tegal Berikut ini data yang menujukan mata pencaharian masyarakat
Kota Tegal :
Tabel 1.2 Mata Pencaharian
Masyarakat Kota Tegal
No
|
Jenis Mata Pencaharian
|
JUMLAH
|
1
|
Petani Sendiri
|
1.692 Orang
|
2
|
Buruh Tani
|
5.209 Orang
|
3
|
Nelayan
|
141 Orang
|
4
|
Pengusaha
|
267 Orang
|
5
|
Buruh Industeri
|
5.451 Orang
|
6
|
Buruh Bagunan
|
2.374 Orang
|
7
|
Pedagang/Pedagang WARTEG
|
11.479 Orang
|
8
|
Pengangkutan
|
1.308 Orang
|
9
|
Pengawai Negri Sipil/TNI POLRI
|
457 Orang
|
10
|
Pensiunan
|
222 Orang
|
11
|
Lain-Lain
|
9.263 Orang
|
Jumlah
|
37.863 Orang
|
Sumber : DISPERINDAGKOP
Kota Tegal Tahun 2011
Dari data diatas serta Menurut keterangan petugas Dinas Perindusterian,
Perdagangan dan koprasi Kota Tegal (DISPERINDAGKO) Menunjukan bahwa Warung
Tegal memiliki konteribusi yang cukup besar selain sektor Usaha lain yaitu
sebesar 10% Dari jumlah pedagang di Kota Tegal atau kurang lebih 12.000 jiwa
sebagai pengusaha Warung Tegal di perantauan Sedangkan di kecamatan Margadana
pengusaha warteg tercatat sebagai berikut.
Tabel 1.3 Jumlah Pengusaha Warteg Di
Kecamatan Margadana
No
|
NAMA
KELURAHAN
|
JUMLAH
PENGUSAHA WARTEG
|
1
|
KALIGANGSA
|
26
|
2
|
KRANDON
|
83
|
3
|
CABAWAN
|
58
|
4
|
KALINYAMAT KULON
|
97
|
5
|
MARGADANA
|
33
|
6
|
SUMURPANGGANG
|
97
|
7
|
PESURUNGAN LOR
|
46
|
JUMLAH
|
440
|
Sumber : Kecamatan Margadana Kota Tegal Tahun 2011
Dengan adanya program Kredit Usaha Rakyat diharapkan Warung Tegal (Warteg)
bisa memberikan konteribusi yang lebih terhadap peningkatan Perekonomian masyarakat
Kota Tegal pada umumnya dan masyarakat Kecamatan Margadana pada khususnya,
sekaligus meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
Sejauh ini Penyaluran Kredit Usaha Rakyat terhadap Usaha Kecil Dan
Menegah (UKM) Warung Tegal (Warteg) di kota Tegal berjalan Sesuai dengan
mekanisme yang telah ditetapkan pemerintah dan perbankkan sebagaimana Peraturan
Menteri Keuangan No. 10/PMK.05/2009. Kredit usaha rakyat ini diperuntukkan bagi
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta koperasi untuk memberikan
kemudahan bagi UMKM pemerintah memberikan
jaminan melalui perusahaan penjamin yaitu PT.
Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) sebesar 70% dari jumlah pinjaman sementara sisanya sebesar 30% ditanggung oleh pihak
bank. Dalam tahap
awal program, Kredit Usaha Rakyat ini dilaksanakan hanya terbatas oleh
bank-bank yang ditunjuk oleh pemerintah saja, yaitu : Bank Rakyat Indonesia
(BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank
Tabungan Negara dan Bank Bukopin. Penyaluran pola penjaminan difokuskan pada
lima sektor usaha, yaitu pertanian, perikanan dan kelautan, koperasi,
kehutanan, serta perindustrian dan perdagangan dimana kelima sektor ekonomi
tersebut sangat membutuhkan pendanaan untuk mengembangkan usahanya.
Dalam hal ini Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Warung Tegal (Warteg) sebagai salah satu sektor
ekonomi yang menjadi sasaran Program Kredit Usaha Rakyat di harapkan mampu
mengatasi permasalahan permodalan dalam mengembangkan usahanya mengingat
besarnya manfaat yang di berikan dari Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Maka pemerintah melalui peraturan kementeri
Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-07/M.EKON/01/2010 Tentang
penambahan Bank Pelaksana Kredit Usaha Rakyat, Bank pelaksana tambahan tersebut
antara lain melibatkan 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD) meliputi BPD
Jabar-Banten, BPD DKI, BPD Jatim, BPD Jateng, BPD Kalbar, BPD Kalsel, BPD
Kalteng, BPD DIY, BPD Nagari, BPD NTB, BPD Sulut, BPD Maluku dan BPD Papua. Dalam proses
penelitian peneliti memfokuskan pada satu bank yaitu Bank Rakyat Indonesia
(BRI) yang dalam hal ini Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Sumur pangang
Kecamatan Margadana Kota Tegal mengingat letak dan posisi Bank yang sangat
dekat dengan lokasi penelitian yaitu di kecamatan Margadana Kota Tegal, Selain
itu Bank BRI juga merupakan pelopor dari
program Kredit usaha rakyat. Untuk Lebih jelasnya tentang perkembangan
penyaluran Kredit Usaha Rakyat dapat terlihat dari data target dan Realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat terhadap Usaha
Kecil dan Menengah sebagai berikut.
Tabel 1.4 Realisasi Penyaluran KUR Terhadap Usaha Kecil dan Menengah Di Bank
BRI Unit Sumur Pangang Kecamatan Margadana Kota Tegal
No.
|
Jenis
Usaha Penerima KUR
|
Jumlah Debitur Tahun
|
Rata-rata Kredit (Rp juta/Debitur)
|
||
2008
|
2009
|
2010
|
|||
1.
|
Toko Sembako
|
136
|
154
|
128
|
10
|
2.
|
Warung Makanan Dan Minuman
|
355
|
385
|
490
|
50
|
3.
|
Meubel
|
9
|
17
|
20
|
100
|
4.
|
Penjahit
|
23
|
21
|
24
|
5
|
5.
|
Salon
|
26
|
28
|
20
|
6
|
5.
|
Pedagang Bakso
|
26
|
28
|
20
|
7
|
6.
|
Roti Dan Kue
|
5
|
3
|
1
|
10
|
7.
|
Toko Bagunan
|
12
|
20
|
15
|
200
|
8.
|
Toko Elektronik
|
14
|
23
|
7
|
100
|
9.
|
Pedagang Gorengan
|
25
|
28
|
15
|
5
|
10.
|
Pedagang Martabak
|
27
|
28
|
11
|
5
|
11.
|
Bengkel Motor
|
12
|
25
|
17
|
25
|
Sumber : Data KUR. BRI Unit Sumur pangang Kota Tegal per 01 Desember 2010.
Data
tersebut menunjukkan bahwa demikian besar perhatian Pemerintah khususnya
terhadap pengembangan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM), ini terbukti dari
banyaknya dana yang kucurkan. Sedangkan
untuk tingkat nasional Pada tahun
2010, sebesar Rp15,39 miliar dari total target realisasi Rp20 miliar
sepanjang tiga bulan pertama. Kini di triwulan 1 tahun 2011, KUR yang
tersalurkan tercatat 29,8% dari rencana penyaluran Rp20 triliun.
Namun
demikian dalam kenyataannya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) khususnya UKM Warung
Tegal (Warteg) Sebagai salah satu sektor UKM
penerima program Kredit Usaha Rakayat Belum Mengalami Peningkatan
Seperti yang diharapkan. Di samping permasalahan permodalan Pada sisi lain UKM
Warteg masih menghadapi banyak masalah dan hambatan dalam melaksanakan dan
mengembangkan aktivitas usahanya. Masalah dan kendala Yang muncul dalam
penyaluran Kredit Usaha Rakayat terhadap UKM Warteg antara lain, Masih
kurangnya sosialisasi Menyebabkan Banyak masyarakat masih berangapan bahwa
Kredit Usaha Rakayat dikucurkan dengan perlu
menjaminkan sesuatu (agunan). Selain itu
ditemukan beberapa masyarakat yang menggunakan Kredit Usaha
Rakayat bukan dipakai sebagai modal usaha melainkan
untuk kredit konsumtif. Paradigma ini harus dirubah dalam masyarakat. Sebab pemberian Kredit Usaha Rakayat merupakan bentuk bantuan pemerintah untuk memotivasi
UMKM-K untuk dapat mengembangkan usahanya. Kredit Usaha Rakyat yang
disalahartikan dan disalahgunakan oleh masyarakat hanya akan menghambat program
ini karena akan menyebabkan kepercayaan perbankan kepada masyarakat akan
menurun.
Akibat kurangnya sosialisai juga mengakibatkan sulitnya
memperoleh calon debitur yang kredibel. Sedangkan dari sisi debitur,
kendala-kendala yang dihadapi UMKM adalah sulitnya pemenuhan aspek legalitas
seperti izin usaha, analisis kebutuhan kredit dan agunan tambahan. Selain itu
masih adanya anggapan bahwa Kredit Usaha Rakyat
adalah bantuan pemerintah sehingga kadang dianggap tidak perlu dikembalikan.
Kondisi ini mirip seperti saat dulu pemerintah pernah mencanangkan kredit usaha
tani.
Ketidak jelasan peran petugas pelaksana menyebabkan saling
lepar tangung jawab sehingga petugas cenderung pasif dalam pelaksanaan program
khususnya petugas dari Dinas Perindagkop sebagai fasilitator masyarakat kepada
Bank, Pentingnya Kredit Usaha Rakayat dalam
mendorong kesejahteraan masyarakat membutuhkan peran berbagai pihak, baik pihak
Bank pelaksana sebagai penyalur dana kredit, Pemerintah daerah sebagai
fasilitator, maupun masyarakat sebagai subyek dari program Kredit Usaha
Rakayat.
Masalah
lain juga muncul dari segi Manajemen Usaha Kecil, dan Menengah (UKM), tidak adanya
kompetensi pengalaman dan kemampuan pengambilan keputusan yang rendah dari
pemilik adalah masalah utama dari kebanyakan usaha kecil dan menegah. Para
manajer yang sebagian merangkap sebagai pemilik usaha biasanya tidak mempunyai kapasitas untuk
mengoperasikan usaha dan mereka memiliki kemampuan kepemimpinan dan pengetahuan
tentang bisnis yang rendah, selain itu Pengendalian keuangan yang rendah
menyebabkan Lemahnya manajemen strategi Usaha,
tidak mempunyai perencanaan bisnis yang sebenarnya dapat digunakan untuk
merencanakan pengembangan usahanya. Pembuatan perencanaan bisnis mendorong
pengusaha untuk melihat potensi usahanya secara realistis namun sapek ini tidak
di sentuh dalam kebijakan kredit usaha rakyat. Lemahnya kendali pengawasan yang
dilakukan pihak bank dan pemerintah dalam proses penyaluran Kredit Usaha
Rakayat memicu besarnya resiko kredit macet.
Program
Kredit Usaha Rakayat sebagi salah satu usaha Pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan pemerintah pusat, yang telah
berjalan sejak tahun 2007 dinilai oleh para pengusaha Warteg masih belum efektif karena dalam
pelaksanaannya tidak tepat sasaran dan tidak sesuai kebutuhan sehingga
pengusaha Warteg cenderung masih sulit mengembangkan usahanya.
Sedangkan pemberdayaan yang selama ini di
jalankan oleh pemerintah daerah melalui beberapa instansi antara lain
Disperindagko Kota Tegal belum menunjukan perubahan yang lebih baik. Salah satu
bentuk Kegiatan pemberdayaan usaha kecil
dan menengah yang ada di kecamatan margadana antara lain mencakup:
- Peningkatan akses pengembangan SDM atau profesionalisme UKM, dengan tujuan membantu UKM dalam mengatasi, keterbatasan akses informasi dan teknologi Meningkatkan penguasaan teknologi, dengan tujuan meningkatkan efisiensi, produktifitas dan daya saing UKM, agar UKM mampu melihat, menilai dan memahami perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungannya dan cepat tanggap mengantisipasi setiap perubahan.
- Bantuan pendamping usaha, Pelatihan, masyarakat pengusaha UKM. Tugas utama pendamping ini adalah memfasilitasi proses Pelatihan Tataboga yang dilaksanakan melalaui gerakan Ibu-ibu PKK, yang bertujuan memberi pengetahuan teknik dan resep-resep baru dalam mengolah masakan dan menjadi mediator dalam mengakses bantuan modal.
- Membantu Peningkatan akses Pemasaran dan jaringan usaha dengan membentuk Paguyuban Warung Tegal pada setiap daerah atau kota yang menjadi lokasi usaha Warung Tegal, dengan tujuan agar UKM Warung tegal mampu menguasai, mengelola dan mengembangkan pasar, degan berbagi informasi antar pengusaha.
- Peningkatan akses bantuan modal usaha, dengan tujuan memperkuat struktur permodalan UKM dan meningkatkan akses ke sumber-sumber pembiayaan, sebagai stumulan, tetapi harus dijamin adanya kerjasama dan kemitraan yang erat antara yang telah maju dengan yang masih lemah dan belum berkembang.
Berdasarkan
pengamatan peneliti, terdapat gejala-gejala bahwa pemberdayaan masyarakat bagi
para Pengusaha Warteg masih minim dan dinilai masih belum efektifnya
upaya-upaya yang dilakukan dalam usaha pemberdayaan, dikarenakan implementasi kebijakan Pemerintah
yang belum optimal, berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi
kebijakan Pemerintah seperti sebagai berikut :
1.
Masih kurangnya sosialisasi kebijakan Pemerintah pusat
tentang kredit usaha rakyat oleh pemerintah Daerah kepada pengusaha Warung
Tegal.
2.
Kurang peran pemerintah daerah sebagai wakil pemerintah
pusat dalam memediasi pihak Bank Pelaksana dalam menyalurkan Kredit Usaha
Rakayat kepada pengusaha Warung Tegal.
3.
Kurang jelasnya tugas dan fungsi pelaksana kebijakan
Dalam hal ini posisi pemerintah daerah.
Di
dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk menganalisis masalah tersebut
dengan menghubungkan dengan salah satu variabel pengaruh yaitu implementasi
kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakayat (KUR) terhadap efektivitas
pemberdayaan Usaha Kecil, dan Menengah Warung Tegal (Warteg). Di dalam
penelitian ini, peneliti mencoba untuk menganalisis masalah tersebut dengan
menghubungkan dengan salah satu variabel pengaruh yaitu implementasi kebijakan
Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat terhadap pemberdayaan UKM Warung Tegal
Karena aspek kebijakan secara teoritis merupakan serangkaian keputusan yang
dapat dipergunakan sebagai landasan bertindak dalam usaha mencapai tujuan yang
sudah ditetapkan.
Dengan
memperhatikan latar belakang diatas dan untuk mengetahui lebih dalam lagi
mengenai usaha Kecil Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal,
dalam penelitian ini peneliti mengambil judul “Pengaruh Implementasi Kebijakan
Pemerintah Tentang Kredit Usaha Rakyat Terhadap Efektivitas Pemberdayaan Usaha
Kecil dan Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal”.
1.2 Pembatasan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, peneliti memfokuskan masalah pokok dalam
penelitian ini adalah pengaruh implementasi kebijakan pemerintah dalam Pemberdayaan
Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) Warung Tegal oleh Pemerintah masih kurang
optimal. Terlihat dari adanya program-program pembinaan dan pengembangan untuk
UKM masih belum optimal, kurangnya partisipasi masyarakat, rendahnya daya jual,
dan lemahnya permodalan membuat banyak pengusaha Warteg yang terjerat Utang.
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut di atas, maka permasalahan
dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1)
Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Pemerintah tentang
Kredit Usaha Rakyat khususnya pada Usaha Kecil Menengah Warung Tegal (Warteg) di Kecamatan Margadana
Kota Tegal?
2)
Bagaimanakah Efektivitas Pemberdayaan pedagang Warung
Tegal (Warteg) Kecamatan Margadana Kota
Tegal?
3)
Seberapa besar pengaruh Implementasi Kebijakan
Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat terhadap Efektivitas pemberdayaan Usaha Kecil
dan Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui, memahami, menganalisis, bagaimana
Implementasi Kebijakan Pemerintah tentang kredit usaha rakyat terhadap pemberdayaan Warung Tegal di
Kecamatan Margadana Kota Tegal.
2.
Untuk mengetahui, memahami, menganalisis, bagaimana
Pemberdayaan pengusaha Warung Tegal di kecamatan Margadana Kota Tegal.
3.
Untuk mengetahui, memahami, menganalisis, seberapa
besar pengaruh Implementasi Kebijakan Pemerintah tentang Pemerintah tentang
kredit usaha rakyat terhadap
pemberdayaan Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal.
1.5 Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1.5.1
Secara
Teoritis,
a. Untuk
kepentingan Peneliti sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan dan Ilmu
Pengetahuan tentang kajian Ilmu Pemerintahan mengenai kebijakan, maka peneliti
disini mengambil penelitian tentang pengaruh implementasi kebijakan pemerintah
tentang Pemerintah tentang kredit usaha rakyat
terhadap pemberdayaan Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal.
b. Untuk
kepentingan Akademis diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran baru dan berarti bagi perkembangan dan
kemajuan Ilmu Pemerintahan.
1.5.2. Secara Praktis,
a.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
bagi pembaca.
b.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan
masukan dan informasi Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kota Tegal dalam
pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah tentang kredit usaha rakyat terhadap pemberdayaan Warung Tegal di
Kecamatan Margadana Kota Tegal.
1.6 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan meliputi :1.1
Latar Belakang Penelitian,1.2 Pembatasan Masalah, 1.3 Identifikasi Masalah, 1.4
Maksud dan Tujuan Penelitian,1.5 Kegunaan Penelitian,1.6 Sistematika Penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka dan
Kerangka Pemikiran meliputi : 2.1 Tinjauan Pustaka dan 2.2.1 Paradigma
penelitian, 2.2.2 Hipotesis, 2.2.3 Definisi Operasional
Bab III Objek dan Metode Penelitian
meliputi : 3.1.1 Populasi, 3.1.2 Sampel ,dan 3.2.1 Tipe Penelitian, 3.2.2
Instrumen Penelitian, 3.2.3 Teknik Pengumpulan Data, 3.2.4 Teknik Analisis
Data, 3.2.5 Rencana pengujian keabsahan data, dan 3.2.6 Lokasi dan Waktu
Penelitian.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
meliputi : 4.1 Hasil Penelitian dan 4.2 Pembahasan
Hasil Penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran yang terdiri
dari : 5.1 Kesimpulan dan 5.2 Saran.
Daftar
Pustaka yang berisi daftar buku-buku atau literatur dan berbagai dokumen yang
dijadikan rujukan dalam penyusunan skripsi.
Lampiran
Riwayat Hidup
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Pemerintah
Istilah
pemerintah berasal dari kata perintah. Dalam hal ini Ndraha (dalam Napitupulu,
2007 : 7) menyatakan bahwa istilah “Perintah secara umum dimaknai, sebagai yang
bermaksud menyuruh melakukan sesuatu atau sesuatu yang harus dilakukan. Dengan
demikian pemerintah dapat diartikan sebagai orang, badan atau aparat yang
mengaluarkan atau memberi perintah”.
Menurut
Edward Finer (dalam Syafie dan Azikin, 2007 : 9) bahwa “Pemerintah harus mempunyai
kegiatan terus-menerus (process),
negara tempat kegiatan itu berlangsung (state),
pejabat yang memerintah (the duty)
dan cara, metode serta sistem (manner, method and system) dari pemerintah
terhadap masyarakat”.
Pemerintah
menurut Soemendar (dalam Syafie dan
Azikin, 2007 : 9) yaitu “Badan yang penting dalam rangka pemerintahannya, perlu
memperhatikan pula ketentraman dan ketertiban umum, tuntutan dan harapan serta
pendapat rakyat, kebutuhan, kepentingan masyarakat, pengaruh-pengaruh
lingkungan, pengaturan-pengaturan komunikasi peran serta seluruh lapisan
masyarakat dan legitimasi”.
Adapun
menurut Syafiie (2007 :20) pemerintahan berasal dari kata “pemerintah”, yang
paling sedikit kata “perintah” tersebut memiliki empat unsur yaitu, ada dua
pihak yang terkandung, kedua pihak tersebut saling memiliki hubungan, pihak
yang memerintah memiliki wewenang, dan pihak yang diperintah memiliki
ketaatan”.
Dengan
demikian berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa pemerintah memiliki arti luas dan sempit, secara luas bahwa
pemerintah adalah badan-badan publik tersebut adalah badan eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Sedangkan pengertian pemerintah dalam arti sempit
hanya selintas pada badan eksekutif, yaitu mempelajari bagaimana melaksanakan
koordinasi dan kepemimpinan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan dalam
hubungan-hubungan pusat dan daerah, antar negara, antar lembaga dan antar yang
memerintah dengan yang diperintah.
2.1.2. Pengertian Kebijakan
Kata
“Kebijakan” merupakan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu “Policy”. Kalangan para ahli dalam
menterjemahkan istilah Policy berbeda
satu sama lain. Ada yang menterjemahkan kebijakan dan ada yang menterjemahkan
kebijaksanaan. Dalam Dunn (1955 : 10) hal tersebut diuraikan sebagai berikut : “Secara
Etimologis, istilah kebijaksanaan berasal dari bahasa Yunani dan sansekerta
yaitu Polis (Negara/Kota) dan Pur (Kota). Kemudian istilah ini masuk
kedalam bahasa Latin sebagai Politea
(Negara) dan kepada bahasa Inggris sebagai Policie,
yang berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah publik atau administrasi
pemerintahan. Asal kata Policy ini,
sama dengan kata-kata lainnya yaitu Police
dan Politics. Inilah sebabnya mengapa
banyak bahasa modern seperti bahasa Jerman dan Rusia hanya memiliki satu kata
yaitu politik/politika untuk maksud politics
dan policy dan akhirnya membuat
kekacauan disekitar disiplin-disiplin ilmu seperti Ilmu Politik, Administrasi
Negara dan Ilmu Kebijaksanaan”.
Sementara
menurut Ibrahim (2004 ;1-2) mendefinisikan tentang kebijakan dan kebijaksanaan
yaitu :
- Kebijakan (Policy)
- A Definite course of Action Adopted for
the Sake Expediency, Facility, Etc;
- Action or Procedure Conforming to or
Considered with Reference to Prodence or Expediency;
- Prudence, Practical wisdom or
Expediency.
Dari
ketiga penjelasan diatas dapat ditarik konsep dasar bahwa : kebijakan itu
adalah prosedur memformulasikan sesuatu berdasarkan aturan tertentu. Disebutkan
juga bahwa kebijakan itu bentuk nyata (praktis) dari kebijaksanaan.
- Kebijaksanaan (Wisdom)
- The quality or state of being wise,
knowledge of what is true or right occupied with good judgment;
- Scholary knowledge or learning.
Dari
Penjelasan diatas esensi yang dapat ditarik bahwa kebijaksanaan tersebut adalah
wujud dari sesuatu yang bijak, yang benar dan yang merupakan sesuatu yang
bijak, yang benar dan yang merupakn sesuatu yang dianggap benar dengan cara
yang benar pula. Tahapannya lebih bersifat abstrak, suatu yang dianggap baik
berdasarkan nalar kailmuan dan pengetahuan.
Sementara
Syafiie (2003 : 168) mengungkapkan bahwa “kebijakan (policy) berbeda dengan
kebijaksanaan (wisdom) karena kebijakan adalah perintah atasan, sedangkan
kebijaksanaan adalah perubahan peraturan yang sudah ditetapkan oleh aturan
sesuai keadaan situasi dan kondisi”. Ndraha (2003 : 493), menetapkan kedua
istilah trsebut sebagai sebuah sub system dari sistem nilai dan mengartikan
keduanya sebagai berikut :
- Kebijakan, untuk policy, yaitu pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi aktor atau lembaga yang bersangkutan dan secara formal mengikat.
- Kabijaksanaan, juga merupakan pilihan terbaik namun berdasarkan hati nurani aktor dalam memecahkan suatu masalah yang secara etik dan moral mengikat.
Adapun
peneliti akan menggunakan kata yang akan mengacu kepada policy. Namun demikian untuk definisi teori yang diungkapkan
beberapa ahli dan diterjemahkan sebagai kebijaksanaan tidak akan peneliti ubah
menjadi kebijakan.
Kebijakan
diartikan bermacam-macam menurut Derbyshire, J. Denis (dalam Wibawa 1994 : 49),
memberikan batasan terhadap policy
sebagai “sekumpulan rencana kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan efek
perbaikan terhadap kondisi-kondisi sosial dan ekonomi, dan Derbyshire
menyebutkan bahwa policy merupakan
produk akhir setiap pemerintahan, dalam arti merupakan kesepakatan terakhir
antara eksekutif dengan wakil rakyat (legislative)”.
Sedangkan Hofferbert, Richard I (dalam Wibawa 1994 : 49), mendefinisikan
kebijakan adalah : “Setiap hubungan antara lembaga pemerintah dengan
lingkungannya dan ia mengatakan “policy
is made in variety contexs. Different contexs produce different policies”.
Menurutnya konteks dari proses kebijakan, dan output (kebijakan itu sendiri).
Lebih jauh ia memerinci lingkungan kebijakan ke dalam dua bidang, yaitu kondisi
social ekonomi (misalnya seberapa tinggi derajat industrialisasi dan tingkat
kemakmuran)dan proses politik (misalnya corak hubungan antara eksekutif legislative
dan pola partisipasi massa)”.
Adapun
James. E Anderson (dalam Wahab, 1990 : 27) yang mendefinisikan kebijakan dengan
mendefinisikan bahwa kebijakan dengan menyatakan bahwa kebijakan “A purposive course of action followed by an
actor or set of actors in deadling with problem or matter of concern”.
Wahab menterjemahkannya bahwa “kebijakan adalah suatu tindakan yang dilakukan
oleh seorang actor untuk menangani suatu masalah atau hal yang
mengkhawatirkan”.
2.1.2.1. Kebijakan Publik
Nugroho
(2003 : 49) mengartikan “Kebijakan Publik yang terbaik adalah kebijakan yang
mendorong setiap warga masyarakat untuk membangun daya saingnya masing-masing,
dan bukan semakin menjerumuskan kedalam pola ketergantungan. Inilah makna strategis
dari administrasi publik”.
Selanjutnya
Donald F. Kettl (dalam Nugroho 2003 : 49) mengemukakan bahwa administrasi
publik mengahadapi empat isu kritikal yaitu : “Pertama struktur, yang berkenaan
dengan tantangan menguatnya swasta dan menyusutnya pemerintahan (best government is least government).
Kedua berkenaan dengan proses administrasi publik, yaitu yang memperhadapkan
kenyataan bahwa sumber deficit terbesar di setiap Negara adalah proses
penyelenggaraan administrasi publik. Ketiga tentang nilai, yang antara lain
berkenaan dengan munculnya icon entrepreneurial
government. Keempat kapasitas, yaitu yang berkenaan dengan isu kecakapan
dari administrator public memanajemeni urusan-urusan publik”.
Kebijakan
publik sebenarnya adalah kontrak antara rakyat dengan penguasa akan hal-hal
penting apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan bersama, sebuah istilah
Jean Rousseau, filsuf social Perancis yang sejaman dengan, Montesquieu sebagai the
social contract or principles of political rights, sebagai nama Rousseau,
(dalam Nugroho 2003 : 59) menyatakan bahwa “Kebijakan publik adalah kontrak
social itu sendiri”.
Thomas
R. Dye (dalam Nugroho 2003 : 3) mendefinisikan kebijakan publik yaitu “sebagai
segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil
yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda”. Harold Laswell (dalam
Nugroho 2003 : 3 ) mendefinisikannya “sebagai suatu program yang diproyeksikan
dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktek-praktek
tertentu”. Carl I. Friedrick (dalam Nugroho 2003 :3) mendefinisikan sebagai
“serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana
kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus
mengatasi hambatan-hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.
2.1.2.2. Implementasi Kebijakan
Kata
Implementasi merupakan adaptasi dari
kata Implementation yang berasal dari
kata dasar “to implement”. Menurut
Nugroho (2003 : 158) menjelaskan bahwa “Implementasi kebijakan pada prinsipnya
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan
tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan public, maka ada dua pilihan
langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk
program-program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari
kebijakan publik tersebut”.
Keberhasilan
suatu kebijakan ditentukan atau dipengaruhi pula oleh kebijakan itu sendiri.
Menurut Tachjan (2006 : 21) menjelaskan bahwa : “Dilihat dari prosesnya,
efektivitas kebijakan publik akan ditentukan atau dipengaruhi oleh pertama,
proses perumusan kebijakannya ; kedua, oleh proses implementasinya atau
pelaksanaannya ; dan ketiga, oleh proses evaluasinya. Ketiga tahapan kebijakan
tersebut mempunyai hubungan kausal dan siklikal”.
Brian
W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (dalam Wahab 1990 : 71) untuk dapat melaksanakan
kebijakan Negara secara sempurna (perfect
Implementation) diperlukan beberapa syarat yang dikenal dengan “The Top Down Approach” meliputi :
1.
Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi
pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius.
2.
Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan
sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia
3.
Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar
tersedia
4.
Kebijaksanaan yang diimplementasikan didasari oleh
suatu hubungan kausalitas yang handal
5.
Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit
mata rantai penghubung
6.
Hubungan saling ketergantungan harus kecil
7.
Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan
8.
Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang
tepat
9.
Komunikasi dan koordinasi yang sempurna
10. Pihak-pihak
yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang
sempurna.
Mirelle
S. Grindle (dalam Nugroho 2003 : 53) yang pada pemetaan kita beri label “GR”
yang terletak di kuadran “puncak ke bawah” dan lebih berada di “mekanisme
paksa” dan pada “mekanisme pasar”. Model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan
dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan,
maka implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat Implementability dari kebijakan
tersebut. Isi kebijakan mencakup :
- Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan Berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaanya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.
- Jenis manfaat yang akan dihasillkan Menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
- Derajat perubahan yang diinginkan Seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.
- Kedudukan pembuat kebijakan Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang diimplementasikan.
- (Siapa) pelaksana program Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus di dukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang teraarah demi keberhasilan suatu kebijakan.
- Sumber daya yang dikerahkan Pelaksana suatu kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.
Sementara itu Konteks
implementasinya adalah :
1.
Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
Dalam pelaksanaan kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan,
kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna
memperlancar jalannya pelaksana suatu implementasi kebijakan.
2.
Karakteristik lembaga dan penguasa Karakteristik dari
suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.
3.
Kepatuhan dan daya tanggap Sejauh mana kepatuhan dan
respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.
Setelah
kegiatan pelaksanaan kebijakan yang dipengaruhi oleh isi atau konten dan
lingkungan-lingkungan konteks diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para
pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang
diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh
suatu lingkungan, sehingga terjadinya tingkat perubahan yang terjadi.
Sedangkan
menurut Marsee (dalam Hoogerwerf, 1983 : 168-174), implementasi kebijaksanaan
akan tergantung kepada aspek-aspeknya, aspek-aspek tersebut adalah :
a.
Isi Kebijaksanaan : “Kebijaksanaan yang dilaksanakan
harus jelas, jika samar-samar isi kebijaksanaan (tujuan dan sarana) dapat
menggagalkan pelaksanaan kebijaksanaan”
b.
Informasi Kebijaksanaan : “Kejelasan informai dalam
pelaksanaan kebijaksanaan merupakan faktor yang penting, karena kekurangan
informasi dapat mengakibatkan adanya gambaran yang kurang lengkap dan tepat
baik pada objek kebijaksanaan maupun pada pelaksana mengenai isi kebijaksanaan
yang akan dilaksanakan dari hasil-hasil kebijaksanaan ini”
c.
Dukungan Kebijaksanaan : “Pelaksana kebijaksanaan akan
berjalan dengan baik apabila memperoleh dukungan dari pelaksana kebijaksanaan
itu sendiri. Dukungan itu meliputi kejelasan informasi, perolehan imbalan jasa
dari objek kebijaksanaan”
d.
Pembagian Potensi : “Gagalnya pelaksana kebijaksanaan
berkenaan dengan pembagian potensi yang tidak seimbang antara fakta-fakta yang
terlibat dalam pelaksana kebijaksanaan. Hal ini berkaitn dengan organisasi
pelaksana, antara lain tingkat deferensiasi dari tugas-tugas, delegasi wewenang
tanggung jawab, koordinasi dan sebagainya”.
Berkaitan
dengan Pengaruh implementasi kebijakan pemerintah tentang Kredit Usaha rakyat
terhadap efektivitas pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah Warung Tegal
(Warteg) di Kecamatan Margadana Kota Tegal tersebut teraplikasi sebagai berikut
: berhasil atau tidaknya dalam rangka pencapaian tujuan memerlukan tindakan
lebih lanjut yaitu implementasi kebijakan.
Menurut
George Edward III (dalam Winarno, 2002 : 125) mengemukakan bahwa dalam
implementasi kebijakan diperlukan variabel-variabel pelaksanaan yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu :
1.
Komunikasi memegang peranan penting dalam proses
kebijakan, yaitu transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity). Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang
efektif adalah bahwa mereka yang melakasanakan keputusan harus mengetahui apa
yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah
harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan
perintah-perintah itu dapat diikuti. Komunikasi harus akurat dan harus
dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana. Perintah-perintah implementasi mungkin
diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapijika para pelaksana
kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan, maka implementasi inipun cenderung tidak efektif.
2.
Sumber-sumber dapat merupakan faktor yang penting untuk
meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan
tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperklukan untuk
menterjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan
publik.
3.
Kecenderungan-kecenderungan dari para pelaksana
kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi
penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap
baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini adanya dukungan,
kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan
oleh para pembuat keputusan awal.
4.
Struktur birokrasi yang melaksanakan kebijakan
mempunyai pengaruh penting ada implementasi. Salah satu dari aspek-aspek
structural paling dasar dari suatu organisasi adalah prosedur-prosedur kerja
ukuran dasarnya (Standard Operating
Prosedure, SOP). Prosedur-prosedur biasa ini dalam menanggulangi
keadaan-keadaan umum digunakan dalam organisasi-organisasi public dan swasta.
Dengan menggunakan SOP para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia.
Selain itu, SOP juga menyeragamkan tindakan-tindakan dari para pejabat dalam
organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas, yang pada gilirannya
dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan fragmentasi organisasi adalah
struktur organisasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan.
2.1.3. Pengertian Kredit
Pengertian
Kredit Menurut asal mula kata “kredit” dari kata Credere,
yang dalam bahasa Yunani
artinya adalah kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh
kredit maka berarti mereka memperolah kepercayaan. Sedangkan bagi si pemberi
kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang
dipinjamkan pasti kembali.
Pengertian
“kredit” menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah “penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga”
Sedangkan
pengertian kredit menurut Eric L. Kohler (1964;154) “Kredit adalah kemampuan
untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu
janji pembayarannya akan dilakukan dan ditangguhkan pada suatu jangka waktu
yang disepakati”.
Pengertian
kredit menurut Teguh Pudjo Muljono (1989;45) : “Kredit adalah suatu penyertaan
uang atau tagihan atau dapat juga barang yang menimbulkan tagihan tersebut pada
pihak lain. Atau juga memberi pinjaman pada orang lain dengan harapan akan
memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yaitu berupa bunga
sebagai pendapatan bagi pihak yang bersangkutan”.
Ikatan
Akuntan Indonesia (2004:31.4) mendefinisikan kredit sebagai berikut: “Kredit
adalah pinjaman uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.
Hal yang termasuk dalam pengertian kredit yang diberikan adalah kredit dalam
rangka pembiayaan bersama, kredit dalam restrukturisasi, dan pembelian surat
berharga nasabah yang dilengkapi dengan Note Purchase Agreement (NPA)”.
Dari
pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan
yang nilainya diukur dengan uang. Kemudian adanya kesepakatan antara bank
sebagai kreditur dan nasabah penerima kredit sebagai debitur, dengan perjanjian
yang telah dibuat. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban
masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama.
Demikian pula dengan masalah sangsi apabila debitur ingkar janji terhadap
perjanjian yang telah dibuat.
Sedangkan Pengertian Kredit Usaha Rakyat Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.05/2009.
tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat, pengertian KUR adalah : “kredit
atau pembiayaan kepada UMKM-K (Usaha Mikro, Kecil, Menengah-Koperasi) dalam bentuk
pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk
usaha produktif “.
Sedangkan
pengertian Kredit Usaha Rakyat menurut
Surat Edaran PT. BRI (PERSERO) Tbk Nose: S.08-DIR/ADK/03/2010, Tentang
Kredit Usaha Rakyat: “Kredit Usaha Rakyat adalah kredit modal kerja dan
atau investasi kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) di
bidang usaha produktif dan layak namun belum bankable dengan plafond kredit sampai
dengan Rp.500 juta (total eksposur) dan dijamin oleh Perusahaan Penjamin”.
2.1.4. Efektivitas Pemberdayaan
2.1.4.1. Pengertian Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata “Efektif”
yang merupakan suatu kondisi tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai
tujuannya. Handayaningrat (1992 : 18) mengemukakan definisi
efektivitas adalah sebagai berikut :
Efektivitas adalah :”pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya. Jelas bila sasaran atau tujuan yang telah
dicapai sesuai dengan yang direncanakan adalah efektif. Efektivitas dalam
pekerjaan yaitu suatu tujuan yang telah tercapai sesuai rencana, berarti
efektif walaupun belum tentu efisien karena suatu pekerjaan Pemerintah jika
telah selesai, tidak lain mempunyai pengaruh yang besar terhadap kepentingan
orang banyak baik politik, sosial, budaya dan sebagainya”.
Dalam manajemen yang dimaksud dengan
efektivitas berkenaan dengan keberhasilan dalam mencapai tujuan organisasi.
Landasan teori pengujian hipotesis efektivitas pemberdayaan pengrajin sepatu
mengacu pada teori yang dikemukakan oleh para ahli. Antara lain sebagaimana yang
dikemukakan oleh Lubis (1986:33) mengemukakan bahwa :
Efektifitas
berarti bahwa segala sesuatu dilaksanakan berdaya guna yang berarti cepat,
tepat, hemat, dan selamat.
1.
Tepat, atinya
apa yang dikehendaki tercapai, kena sasaran, memenuhi target, dan apa yang
dicita-citakan menjadi relistis.
2.
Cepat,
artinya sebelum waktu yang telah ditetapkan pekerjaan dapat diselesaikan atau
sesuai dengan waktu yang ditetapkan pekerjaan dapat diselesaikan.
3.
Hemat,
artinya tanpa terjadinya pemborosan dalam bidang apapun dalam melaksanakan
pekerjaan untuk mencapai tujuan tersebut.
4.
Selamat,
artinya tanpa mengalami hambatan-hambatan yang dapat menyebabkan kegagalan atau
seluruh usaha pencapaian tujuan tertentu.
Upaya
pemberdayaan masyarakat dalam program revitalisasi yang meliputi perbaikan
infrastruktur dan peningkatan manajerial dan juga pelatihan untuk memperkuat
kemampuan masyarakat sebagai pelaku utama (subjek) dan penerima manfaat (objek)
pemberdayaan, dengan didampingi fasilitator dari Dinas (pihak konsultan). Yang
menjadi tolak ukur efektivitas pemberdayaan masyarakat menurut Hidayat (1986 :
7) mengemukakan definisi efektivitas
adalah sebagai berikut :
Efektivitas merupakan suatu ukuran yang
menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang dicapai,
semakin besar target yang dicapai maka semakin tinggi efektivitasnya.
a. Kualitas, yaitu tercapainya tujuan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam pelaksanaan program pemerintah.
b. Kuantitas, yaitu banyaknya masyarakat dan
aparat yang berpartisipas dalam pelaksanaan program pemerintah.
c. Waktu, yaitu ketepatan dan banyaknya waktu
yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk ikut serta dalam program pemerintah.
Mengacu pada pengertian efektivitas
yang dikemukakan para ahli tersebut diatas, maka pengertian efektivitas pemberdayaan
UKM Warteg adalah suatu
keberhasilan yang dicapai dalam proses pengembangan UKM Warteg di
Kecamatan Margadana Kota Tegal
tepat sesuai sasaran.
2.1.4.2. Pengertian Pemberdayaan
Istilah
pemberdayaan sering kali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan
masyarakat maupun lingkungan akademis. Istilah pemberdayaan dalam bahasa
Indonesia merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu “empowerment”, dapat diartikan sebagai “pemberkuasaan”, dalam arti
pemberian atau peningkatan “kekuasaan” (power)
kepada masyarakat lemah.
Berdasarkan
hasil dari penelitian kepustakaan tentang pengertian diatas dinyatakan oleh Ife
(dalam Suharto, 2005 : 59) pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni
kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan disini diartikan buka hanya menyangkut
kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan politik dalam arti
sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas :
- Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan.
- Pendefinisian kebutuhan : kemapuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya.
- Ide atau gagasan : kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secera bebas dan tampa tekanan.
- Lembaga-lembaga : kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempangaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan.
- Sumber-sumber : Kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan.
- Aktivitas ekonomi : kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa.
- Reproduksi : kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan, dan sosialisasi.
Menurut
Ndraha (2003 : 75-76) ada pemberdayaan dalam arti empowering, yaitu pemberian
hak atau kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan dan memperjuangkan
aspirasinya atau menentukan masa depannya, jadi bersifat politik dan ada
pemberdayaan dalam arti enabling,
yaitu
proses
belajar untuk meningkatkan ability, capacity, dan capability masyarakat untuk melakukan sesuatu demi menolong diri
mereka sendiri dan membari sumbangan sebesar mungkin bagi integritas nasional.
Sementara
Soeharto (2005 : 58) menyatakan bahwa : “Pemberdayaan menunjukan pada kemampuan
orang. Khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka mamiliki kekuatan
dan kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki
kebebasan (freedom), dalam arti bukan
saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari
kebodohan, bebas dari kesakitan, (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang
memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh
barang-barang dan jas-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam
proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.
Suharto
juga mengemukakan (2005 : 59-60) bahwa pemberdayaan adalah Sebuah proses dan
tujuan Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dal;am masyarakat,
termasuk individu-individu yang mengalami maslah kemiskinan, Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan menunjukan pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah
perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
secara fisik, ekonomi, maupun sosial, seperti memiliki kepercayaan diri, maupun
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator
keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.
Menurut
pendapat Suhendra (2006 : 74) bahwa pemberdayaan adalah : “Suatu kegiatan yang
berkesinambungan, dinamis, secara sinergis mendorong keterlibatan semua
potensi. Dengan cara ini akan memungkinkan terbentuknya masyarakat madani yang
majemuk, penuh keseimbangan kewajiban dan hak, saling menghormati tanpa ada
yang merasa asing dalam komunitasnya”.
Pemberdayaan
tersebut merupakan upaya untuk memberikan kemampuan, berdaya atau memiliki
kekuatan sehingga menghasilkan kemandirian kepada individu atau kelompok.
Karena pemberdayaan dapat dilakukan kepada individu dan kelompok. Menurut
Wasistino (1998 : 46) pemberdayaan dapat dibedakan menjadi empat macam dilihat
dari sasaran dan ruang lingkupnya, yaitu sebagai berikut : “Pemberdayaan pada
individu anggota organisasi atau anggota masyarakat; Pemberdayaan pada tim atau
kelompok masyarakat; Pemberdayaan pada organisasi; dan Pemberdayaan kepada
masyarakat secara keseluruhan”.
Jika dilihat dari
sasaran dan ruang lingkupnya maka pemberdayaan yang dilakukan lebih terfokus
kepada pemberdayaan pada tim atau kelompok masyarakat. Namun karena didalam
kelompok masyarakat terdiri dari individu-individu, maka dengan sendirinya
pemberdayaan dilakukan kepada individu atau anggota masyarakat.
2.1.4.2. Metoda dan Teknik
Pemberdayaan
Banyak
sekali teknik pemberdayaan masyarakat yang telah dihasilkan. Semuanya sangat
bermanfaat dan membantu efektivitas dan efesiensi upaya-upaya pemberdayaan
masyarakat. Setiap teknik mempunyai karakteristik sendiri. Ada beberapa teknik
yang telah banyak digunakan orang dalam melakukan pemberdayaan. Menurut
Suhendra (2006 : 104) teknik-teknik tersebut adalah :
1. Participatory Rural Apraisal
2. Metode Participatory Assement
3. Metode Lokakarya
4. Teknik Brainstorming
5. CO-CD (Comunity Organization and comunity
development).
Salah
satu teknik pemberdayaan yang sudah lama dikenal di Indonesia adalah PRA (Participatory Rural Apraisal) yang
banyak digunakan untuk pemberdayaan masyarakat desa. Menurut Suhendra (2006 :
105-108) teknik dilakukan melalui penerapan 11 prinsip utama yaitu :
- Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan)
- Prinsip pemberdayaan (penguatan) masyarakat
- Prinsip masyarakat sebagai pelaku, orang luar sebagai fasilitator
- Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan
- Prinsip santai dan informal
- Prinsip triangulasi
- Prinsip mengoptomalkan hasil
- Prinsip orientasi praktis
- Prinsip keberlanjutan dan selang waktu
- Prinsip terbuka
Dalam
implementasi prinsip-prinsip itu menurut Suhendra (2006 : 108-110) PRA
melakukan lima program dasar, yaitu :
- Penjajagan atau pengenalan kebutuhan
- Perencanaan kegiatan
- Pelaksanaan dan pengorganisasian kegiatan
- Pemanduan kegiatan
- Evaluasi kegiatan.
2.1.4.3. Proses Pemberdayaan
Masyarakat
Tujuan
dasar pemberdayaan menurut Payne (dalam Huraerah, 2008 : 86) adalah
“menciptakan keadilan sosial dengan memberikan ketentraman kepada masyarakat
yang lebih besar serta persamaan politik dan sosial melalui upaya saling
membantu dan belajar melalui pengembangan langkah-langkah kecil guna tercapainya
tujuan yang lebih besar”. Namun demikian, untuk memberdayakan masyarakat
memerlukan rangkaian proses yang panjang (tidak seketika) agar mereka menjadi
lebih berdaya.
Proses
pemberdayaan cederung dikaitkan sebagai unsur pendorong sosial, ekonomi dan
politik. Huraerah menyatakan bahwa pemberdayaan adalah “suatu upaya dan proses
bagaimana agar berfungsi sebagai “power” (driving’s
force) dalam pencapaian tujuan yaitu pengembangan diri (self-development)”.
Adapun
proses pemberdayaan secara umum menurut Hikmat (2004 : 44) proses pemberdayaan
meliputi kegiatan-kegiatan berikut :
- Merumuskan relasi kemitraan
- Mangartikulasikan tantangan-tantangan dan mengidentifikasi berbagai kekuatan yang ada
- Mendefinisikan arah yang ditetapkan
- Mengeksplorasi sistem-sistem sumber
- Menyusun frame pemecahan masalah
- Mengoptimalkan pemanfaatan sumber dan memperluas kesempatan-kesempatan
- Mengakui temuan-temuan
- Mengintegrasikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai
Proses
pemberdayaan tersebut memperlihatkan bahwa pemberdayaan memerlukan pemahaman
ata kondisi lembaga atau masyarakat yang akan diberdayakan. Proses pemberdayaan
melibatkan kedua belah pihak, antara masyarakat yang aka diberdayakan dengan
pihak yang melakukan pemberdayaan. Proses tersebut memerlukan pendampingan yang
terus menerus. Sehingga dapat mengukur suatu keberdayaan masyarakat atau unit
usaha.
2.1.4.4. Pemberdayaan Dalam Bidang Ekonomi
Salah
satu bidang ekonomi yang sering mendapat perhatian dalam pemberdayaan ekonomi adalah Usaha kecil dan menegah,
peningkatan perhatian pemerintah, kalangan swasta, dan akademisi terhadap kondisi usaha kecil menengah di
indonsesia tidak terlepas dari fenomena krisis ekonomi yang melanda indonesia sejak
tahun 1997 sampai saat ini pihak pihak
tersebut menyatakan bahwa ekomoni informal yang didalamnya termasuk usaha kecil
dan menengah justeru menjadi penyelamat
ekonomi Indonesia pasca keruntuhan ekonomi konglomerasi era orde baru. Oleh
karena itu pemberdayana ekonomi, khususnya usaha kecil dan menengah perlu mendapat pemehaman yang utuh secara
konsepsional. Para ahli ekonomi telah ada yang memberikan definisi
pemberdayaan dalam pengefektifan
ekonomi, sebagai berikut: pemberdayaan menurut Prawirokusumoh (2001:91) adalah:
“Segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam
bentuk, Penumbuhan iklim usaha yang kondusif dan Pembinaan dan pengembangan
yang didalamnya berupa bimbingan dan bantuan perkuatan”
2.1.4.5. Ketidak berdayaan Masyarakat
Kelompok
yang memiliki ketidakberdayaan, baik kondisi internal (misalnya persepsi mereka
sendiri) maupun kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur social yang
tidak adil). Senner dan Cabb (1972) dan Conway (1979) (dalam Suharto, 2004 :
61) menyatakan bahwa “ketidakberdayaan ini disebabkan oleh beberapa faktor
seperti ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman dalam arena politi,
ketiadan akses terhadap informasi, ketiadaan dukungan financial, ketiadaan
pelatihan-pelatihan, dan adanya ketegangan fisik maupun emosional”.
Menurut
Kieffer (dalam Suharto, 2004 : 63) bahwa “pemberdayaan mencakup tiga dimensi
yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi
partisipatif”. Sedangkan kriteria masyarakat yang bardaya menurut Suhendra
(2006 : 86) adalah :
1) Mempunyai
kemampuan menyiapkan dan menggunakan pranata dan sumber-sumber yang ada di masyarakat
2)
Dapat berjalannya “botton up planning”
3)
Kemampuan dan aktivitas ekonomi
4)
Kemampuan menyiapkan hari depan keluarga
5)
Kemampuan menyampaikan pendapat dan aspirasi tanpa
adanya tekanan.
Masyarakat
yang tidak berdaya kurang memiliki atau kurang mampu memiliki kriteria diatas.
Dalam hal ini sangat dibutuhkan peran pemerintah untuk melakukan pemberdayaan
terus menerus dan berkelanjutan. Karena masyarakat berdaya aka mampu dan kuat
untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan, mampu mengawasi jalannya
pembangunan sehingga pembangunan akan semakon berkembang dan akhirnya
masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan.
2.1.5. Usaha Kecil dan Menengah Warung Tegal (Warteg)
2.1.5.1. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah
Menurut
Undang-Undang No 20 tahun 2008, Usaha Kecil dan
Menengah adalah Usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri,yang dilakukan oleh orang-perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagai mana di atur dalam Undang-Undang ini. kriteria UKM
menurut Undang-Undang Rebublik Indonesia
No 20 tahun 2008, tantang Usaha Kecil dan Menengah adalah :
Table 2.1 Kriteria Usaha Kecil dan Menengah
menurut
Undang-Undang
No. 20 Tahun 2008
Besar Usaha
|
Kriteria
|
Mikro
|
- Kekayaan bersih
paling banyak Rp. 50.000.000 tidak termasuk tanah dan bagunan
-Memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000
|
Kecil
|
- Kekayaan bersih
lebih dari Rp 50.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000 tidak
termasuk tanah dan bagunan tempat usaha; atau
- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp 300.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000
|
Menengah
|
- Kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000
sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan
bagunan temapat usaha ; atau
- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp 2.500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000
|
Sumber : UU RI No
20 Tahun 2008
Menurut
Hafsah (1999:11) usaha kecil dan menengah adalah: “kegiatan ekonomi yang
memiliki hasil bersih atau hasil penjualan lebih besar dari hasil bersih dan
hasil penjualan tahunan usaha kecil”.
Sedangkan
menurut Susana Suprapti (2005: 48), UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah “Badan
usaha baik perorangan atau badan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak
termasuk tanah dan bangunan) sebanyak 200 juta dan mempunyai omset/nilai output
atau hasil penjualan rata-rata pertahun sebanyak Rp 1 Milyar dan berdiri
sendiri”.
Menurut Keputusan Presiden RI no.
99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang
berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan
usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang
tidak sehat”.
Menurut
Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM),
bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah
“Entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki
penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Sementara
itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia
yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp
10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan”.
Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor
316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai
perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai
penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva
setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati)
terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan
(pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan,
penambang, pedagang barang dan jasa).
Pengertian
UKM (Usaha Kecil Menengah) menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/1/UKK
Tanggal 29 Mei 1993 adalah :
- Usaha Kecil adalah yang memiliki total aset maksimum Rp 600 Juta, tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati.
- Usaha menengah adalah usaha ekonomi yang dikembangkan dengan perhitungan aset (di luar tanah dan bangunan) mulai dari 200 juta sampai kurang dari 600 juta dengan jumlah tenaga kerja mulai 20 orang sampai dengan 99 orang.
Sedangkan
menurut Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan
kunatitas tenaga kerja.” Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki
jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah
merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang”.
Table 2.2 Kriteria
Usaha Kecil Dan Menengah menurut Berbagi versi
Organisasi
|
Jenis Usaha
|
Keterangan Kriteria
|
Badan
puast stastistik
|
Mikro
Kecil
Menengah
|
-
Kurang dari 5 pekerja, termasuk termasuk tenaga keluarga yang tidak di bayar.
-
Antara 5-19
-
Antara 20-99
|
Bank
dunia
|
Mikro
Kecil
Menengah
|
-
Kurang dari 20 pekerja.
-
Antara 20-150 pekerja.
-
Asset kurang dari US$ 500 ribu (diluar tanah dan bagunan )
|
Dekop
PKM
|
Kecil
Menengah
|
Omset
sekitar US$ 25 ribu-1 Juta
|
Bank
Indonesia
|
Kecil
|
Asset
kurang dari US$ 300 ribu (di luar tanah dan bagunan )
|
Depperindag
(UU No 9 Th 1999)
|
Menengah
besar
Kecil
|
-
Asset lebih dari US$ 300 ribu.
-
Asset kurang dari US$ 100 ribu diluar tanah dan bagunan; omset tahunaan US$
500;dimiliki orang Indonesia independent tidak berfafilisasi dengan
usaha menengah besar, tidak perlu
badan hukum.
|
Sumber:
Rachbini dan Arifin(1999)
Dengan
demikian, usaha kecil dan menengah adalah usaha yang didirikan oleh masyarakat dengan
sekala yang kecil namun dapat memberdayakan masyarakat dengan mengurangi jumlah
penganguran dan meningkatkan pendapatan asli daerah yang masih belum di ketahui
potensinya, dan dan untuk memperkokoh laju perekonomian nasioanal maupun
daerah. Uasaha kecil dan menengah adalah usaha yang diminati oleh masyarakat
dari semua lapisan, mulai dari lapisan bawah maupun lapisan atas, sehingga
usaha kecil tidak tergantung pada suatu tingkatan masyarakat saja.
2.1.5.2. Pengertian
Warung Tegal (Warteg)
Menurut
ketua Kowarteg Sastoro Warung Tegal adalah:”salah satu jenis usaha gastronomi
atau tata boga yang
menyediakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Biasa juga
disingkat Warteg, nama ini
seolah sudah menjadi istilah untuk warung makan kelas menengah ke bawah di
pinggir jalan, baik yang berada di kota Tegal maupun di tempat lain,
baik yang dikelola oleh orang asal Tegal maupun dari daerah lain di sekitar
perbatasan kota tegal”.
Sedangkan
pengertian Kata gastronomi berasal dari Bahasa Yunani kuno gastros yang
artinya"lambung" atau "perut" dan nomos yang
artinya "hukum" atau "aturan" Gastronomi atau tata
boga adalah: “seni
atau ilmu akan makanan yang
baik (good eating)”. Penjelasan yang lebih singkat menyebutkan
gastronomi sebagai segala sesutu yang berhubungan dengan kenikmatan dari makan
dan minuman.
Sumber lain menyebutkan gastronomi sebagai studi mengenai hubungan antara budaya dan
makanan, di mana gastronomi mempelajari berbagai komponen budaya dengan makanan
sebagai pusatnya (seni kuliner).
Gastronomi
meliputi studi dan apresiasi dari semua makanan dan minuman. Selain itu,
gastronomi juga mencakup pengetahuan mendetail mengenai makanan dan minuman
nasional dari berbagai negara besar di seluruh dunia. Peran
gastronomi adalah sebagai landasan untuk memahami bagaimana makanan dan minuman
digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Melalui gastronomi dimungkinkan untuk
membangun sebuah gambaran dari persamaan atau perbedaan pendekatan atau perilaku
terhadap makanan dan minuman yang digunakan di berbagai negara dan budaya.
Warung
tegal pada awalnya banyak dikelola oleh masyarakat dari tiga desa di Tegal
yaitu warga desa Sidapurna, Sidakaton & Krandon, Kecamatan Margadana Kota
Tegal. Mereka mengelola warung tegal secara bergiliran (antar keluarga dalam
satu ikatan famili) setiap 3 sampai dengan 4 bulan. Yang tidak mendapat giliran
mengelola warung biasanya bertani di kampung halamannya. Pengelola warung tegal
di Jakarta yang asli orang Tegal biasanya tergabung dalam Koperasi Warung
Tegal, yang populer dengan singkatan Kowarteg. Kowarteg hingga saat ini masih
kediketuai oleh Sastoro. Hidangan-hidangan di warteg pada umumnya bersifat
sederhana dan tidak memerlukan peralatan dapur yang sangat lengkap. Nasi goreng dan
Mi instan hampir selalu dapat ditemui. Beberapa warung tegal khusus
menghidangkan beberapa jenis makanan, seperti sate tegal, gulai dan
minuman khas Tegal teh poci.
Yang
unik dari bisnis Warteg ini, meski melayani masyarakat menengah ke bawah, hasil
yang didapatkan cukup besar. Hal ini terbukti dari tingkat ekonomi para
pengusaha Warteg yang cukup membanggakan. Di Kelurahan, Sidapurna, Sidakaton,
dan Krandon kita tidak perlu heran menyaksikan rumah-rumah mewah dibangun di
sana. Rumah-rumah itu kebanyakan milik para pengusaha Warteg yang membuka usaha
di Jakarta.
2.1.6 Keterkaitan Implementasi Kebijakan dengan
Efektivitas Pemberdayaan Usaha Kecil, Dan Menengah Warung Tegal (Warteg)
Keberhasilan
suatu kebijakan ditentukan atau dipengaruhi pula oleh kebijakan itu sendiri. suatu
kebijakan dalam implementasinya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh
mana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap, objek
kebijakan atau sasaran kebijaka .sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan Menurut George Edward III (dalam Winarno, 2002 : 125)
1.
Komunikasi memegang peranan penting dalam proses
implementasi kebijakan yang efektif Komunikasi harus akurat dan harus
dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana kebijakan.
2.
Sumberdaya dapat merupakan faktor yang penting untuk
meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan
tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperklukan untuk
menterjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan
publik.
3.
Sikap para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga
yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang
efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu,
dan hal ini adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan
sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.
4.
Struktur birokrasi yang melaksanakan kebijakan
mempunyai pengaruh penting ada implementasi. Salah satu dari aspek-aspek struktural
paling dasar dari suatu organisasi adalah prosedur-prosedur kerja ukuran
dasarnya (Standard Operating Prosedure,
SOP).Dengan menggunakan SOP para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang
tersedia. Selain itu, SOP juga menyeragamkan tindakan-tindakan dari para
pejabat dalam organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas, yang pada
gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan fragmentasi
organisasi adalah struktur organisasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan
kebijakan.
Misal
dalam hal ini kebijakan pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah Warung Tegal
memiliki keterkitan dengan. Efektivitas
merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,
kualitas, dan waktu) yang dicapai, semakin besar target yang dicapai maka
semakin tinggi efektivitasnya.
Mengacu
pada penjelasan tersebut diatas, maka kaitan Efektivitas pemberdayaan
sangat ditentukan pada perumusan isi
kebijakan dan imlementasinya dan proses evaluasinya. Tahapan-tahapan kebijakan tersebut
mempunyai hubungan yang saling mepengaruhi Masing-masing faktor dalam
impementasi kebijakan akam mempengaruhi efektiv tidaknya pemberdayaan yang
dilakukan kepada Usaha Kecil dan Menengah Warung Tegal.
2.2. Kerangka Pemikiran
Secara etimologisnya kata kebijakan dan kebijaksanaan berasal dari kata
yang sama “bijak”, dalam penggunaannya, kata kebijakan dan kebijaksanaan
mempunyai makna yang berbeda. Pengertian kebijakan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989 : 115), menyebutkan
tentang pengertian kebijakan adalah sebagai berikut : “Kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan, rangkaian konsep atas hal yang
menjadi garis besar rencana dalam dan pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan
dan cara bertindak”.
Kebijakan adalah suatu aktifitas dari individu atau sekelompok individu
dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Beberapa
pakar seperti Laswell dan Kaplan (dalam Islamy, 2002:5) mengidentifikasikan
kebijakan sebagai “A projected programs of goals, values and practices”. Definisi ini mengacu kepada
kebijakan sebagai program.
Dalam kenyataan, kata kebijakan sering digunakan dan dipertukarkan
maknanya dengan tujuan, program, keputusan, hukum, proposal, patokan dan maksud
besar tertentu. Di dalam percakapan sehari-hari antara para pembuat keputusan
dan rekan-rekannya pergantian makna semacam ini bukanlah masalah, biasanya
dalam hubungan atau kaitan teknis atau administratif tertentu kata ini
mempunyai acuan khusus yang hanya dimengerti oleh kelompok tertentu.
Beberapa pengertian kebijakan dan kebijaksanaan menurut para ahli,
sebagai berikut :
1.
Tachjan (2006 : 19) menjelaskan bahwa : “Kebijakan itu
sendiri adalah keputusan atas sejumlah atau serangkaian pilihan yang
berhubungan satu sama lain yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan”.
2.
Carl j. Friedrich (dalam Agustino, 2006 : 7) kebijakan
adalah : “Serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam sustu lingkungan tertentu dimana terdapat
hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) serta kemungkinan-kemungkinan
(kesempatan-kesempatan) dan dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna
untuk mencapai tujuan”.
3.
James Anderson (dalam Islamy, 2001 : 17) :
“Kebijaksanaan adalah serangkaian tindakan yang mempuntai tujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan ole seorang pelaku guna memecahkan suatu masalah
tertentu”.
Sedangkan menurut Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (dalam Wahab 1990 :
71) untuk dapat melaksanakan kebijakan Negara secara sempurna (perfect Implementation) diperlukan
beberapa syarat yang dikenal dengan “The
Top Down Approach” meliputi :
- Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius.
- Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia
- Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia
- Kebijaksanaan yang diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal
- Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubung
- Hubungan saling ketergantungan harus kecil
- Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan
- Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat
- Komunikasi dan koordinasi yang sempurna
- Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
Mirelle S. Grindle (dalam Nugroho 2003 : 53) yang pada pemetaan kita beri
label “GR” yang terletak di kuadran “puncak ke bawah” dan lebih berada di
“mekanisme paksa” dan pada “mekanisme pasar”. Model Grindle ditentukan oleh isi
kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan
ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya
ditentukan oleh derajat Implementability dari
kebijakan tersebut. Isi kebijakan mencakup :
- Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan Berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaanya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.
- Jenis manfaat yang akan dihasillkan Menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
- Derajat perubahan yang diinginkan Seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.
- Kedudukan pembuat kebijakan Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang diimplementasikan.
- Siapa pelaksana program Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus di dukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang terarah demi keberhasilan suatu kebijakan.
- Sumber daya yang dikerahkan Pelaksana suatu kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.
Sementara
itu Konteks implementasinya adalah :
1.
Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
Dalam pelaksanaan kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan,
kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh para actor yang terlibat guna
memperlancar jalannya pelaksana suatu implementasi kebijakan.
2.
Karakteristik lembaga dan penguasa Karakteristik dari
suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.
3.
Kepatuhan dan daya tanggap Sejauh mana kepatuhan dan
respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.
Setelah kegiatan pelaksanaan kebijakan yang dipengaruhi oleh isi atau
konten dan lingkungan-lingkungan konteks diterapkan, maka akan dapat diketahui
apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan
apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dapat
dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga terjadinya tingkat perubahan yang
terjadi.
Berkaitan dengan kredit usaha rakyat terhadap Pemberdayaan Usaha kecil
menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal tersebut teraplikasi
sebagai berikut : berhasil atau tidaknya dalam rangka pencapaian tujuan
memerlukan tindakan lebih lanjut yaitu implementasi kebijakan.
Menurut George Edward III (dalam Winarno, 2007 : 174) mengemukakan bahwa
dalam implementasi kebijakan diperlukan variabel-variabel pelaksanaan yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu :
- Komunikasi memegang peranan penting dalam proses kebijakan, yaitu transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity). Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melakasanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintah-perintah itu dapat diikuti. Komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana. Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi inipun cenderung tidak efektif.
- Sumber-sumber dapat merupakan faktor yang penting untuk meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperklukan untuk menterjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.
- Kecenderungan-kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.
- Struktur birokrasi yang melaksanakan kebijakan mempunyai pengaruh penting ada implementasi. Salah satu dari aspek-aspek structural paling dasar dari suatu organisasi adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya (Standard Operating Prosedure, SOP). Prosedur-prosedur biasa ini dalam menanggulangi keadaan-keadaan umum digunakan dalam organisasi-organisasi public dan swasta. Dengan menggunakan SOP para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. Selain itu, SOP juga menyeragamkan tindakan-tindakan dari para pejabat dalam organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas, yang pada gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan fragmentasi organisasi adalah struktur organisasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan.
Salah satu tantangan adalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah
faktor pemberdayaan, Menurut Suhendra (2006 :6) Suatu kegiatan yang berkesinambungan, dinamis, secara
sinergis mendorong keterlibatan semua potensi yang ada secara evaluatif dengan
keterlibatan semua potensi. dengan cara ini akan memungkinkan terbentuknya masyarakat madani yang majemuk,
penuh keseimbengan kewajiban dan hak, saling menghormati tampa ada yang terasa
asing dalam komunitasnya.
Sedangkan menurut Suharto (2005 :57) Pemberdayaan adalah : Pemberdayaan
atau pemerkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’(kekuasaan atau
keberdayaan), karenanya ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai
kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat
orang lain melakukan apa yang kita inginkan ,terlepas dari keinginan dan minat
mereka.
Dari pendapat tersebut peneliti
menarik kesimpulan bahwa pemberdayaan merujuk pada pengertian perluasan
kebebasan memilih bertindak. Bagi masyarakat khususnya masyarakat pedagang
kecil dan menengah kebebasan ini sangat terbatas karena ketidak mampuan dalam
menyuarakan pendapat dan ketidak perdayaan ketika berhadapan dengan Negara
(dalam hal pemerintah) maupun dengan sistem ekonomi pasar yang ada saat ini karena
itu pemberdayaan masyatakat lebih ditekankan kepada : pertama meningkatkan kemampuan
individu dalam berinofasi, dan kemampuan permodalan
Unsur-unsur
pemberdayaan menurut Suhendra (2006:
86-87) Meliputi:
- Kemampuan politik yang mendukung;
- Suasana kondusif untuk mengembangkan potensi secara menyeluruh;
- Motivasi
- Potensi masyarakat
- Kerelaan mengalihkan wewenag
- Peluang yang tersedia
- Perlindungan; dan
- Awarnees
Adapun indikator
masyarakat berdaya menurut Suhendra (2006:86) adalah
- Memiliki kemampuan menyiapkan dan mengunakan prenata, sumber-sumber yang ada di masyarakat
- Dapat berjalannya”bottom up planning”
- Kemampauan dan aktivitas ekonomi
- Kemampuan menyiapkan hari depan keluarga
- Kemampuan menyampaikan pendapat dan aspirasi tampa adanya tekanan
Adapun tujuan pemberdayaan menurut Prawirokusumoh (2001:17) adalah:
“memberikan manfaat jangka panjang bagi kepentingan ekonomi secara keseluruhan
masyarakat”berdasarkan pendapat tersebut terlihat jelas bahwa tujuan
pemberdayaan bukan hanya untuk kelompok masyarakat tertentu, tetepi untuk
keseluruhan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan
kemandirian masyarakat dengan tujuan melepaskan belenggu kemiskinan dan
keterbelakangan dan memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur
kekuasaan.
Upaya pemberdayaan masyarakat dalam program revitalisasi yang meliputi
perbaikan infrastruktur dan peningkatan manajerial dan juga pelatihan untuk memperkuat
kemampuan masyarakat sebagai pelaku utama (subjek) dan penerima manfaat (objek)
pemberdayaan, dengan di dampingi fasilitator dari pemerintah dalam hal ini
Dinas terkait dan pihak bank pelaksana KUR (pihak konsultan). Yang menjadi tolak
ukur efektivitas pemberdayaan.
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa, pemerintah memang telah
mengupayakan Pemberdayaan UKM pada umumnya dan UKM Warung Tegal pada khususnya melalui kebijakan
Kredit Usaha Rakyat. Hanya saja belum ada keseriusan pemerintah dalam
mengoptimalkan pengambangan Usaha kecil menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana
Kota Tegal. Namun keberhasilan dari program tersebut harus juga melibatkan
dukungan dari semua pihak, tidak hanya pemerintah saja, akan tetapi dari
seluruh lapisan masyarakat. Apabila hanya mengandalkan pemerintah saja, maka
keberhasilan program ini tidak akan tercapai seperti yang telah direncanakan.
2.2.1. Paradigma
Penelitian
an paradigma tersealam pelaksanaan kebijakan tentang pengembangan
usaha kecil menengah, kelengkapan informasi yang diterima masih belum jelas
tentang Program Kredit usaha rakyat terhadap pemberdayaan UKM warung tegal di
Kecamatan margadana Kota Tegal
plementasi kebijakan tentang program kredit Usaha rakyat
terhadap pemberdayaan UKM warung tegal di Kecamatan margadana Kota Tegal. dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya program
Kredit Usaha Rakyat pemberdayaan pegusaha
warung tegal di Kecamatan margadana Kota Tegal harus lebih ditingkatkan kembali
mengingat bahwa UKM Warteg sebenarnya memiliki potensi yang cukup besar untuk
berkembang. Sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat kota
tegal pada umumnya dan para penusaha
warteg pada umumnya dan dapat memberikan
keuntungan bagi pemerintah daerah kota Tegal. Dari uraian tersebut peneliti berpendapat
sebagai berikut :
- Kebijakan merupakan serangkaian tindakan tertentu dan dilaksanakan dalam urutan waktu tertentu berdasarkan implementasi kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat terhadap efektivitas pemberdayaan UKM Warteg di Kecamatan Margadana Kota Tegal.
- Implementasi kebijakan Pemerintah berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu : Komunikasi, Sumberdaya, Sikap pelaksana kebijakan dan struktur birokrasi.
- Pemberdayaan merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuatitas, kualitas, dan waktu) yang dicapai, sehingga semakin besar target yang dicapai maka semakin tinggi efektivitasnya.
- Implementasi kebijakan Pemerintah berdasarkan faktor-faktor yang akan mempengaruhi efektivitas pemberdayaan.
2.2.2. Hipotesis
Menurut Arikunto (2006:71) bahwa hipotesis
dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan kerangka
pemikiran diatas, dalam
penelitan ini peneliti mengajukan
hipotesis kerja sebagai berikut: implementasi
kebijakan Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat terhadap efektivitas
pemberdayaan UKM Warteg di Kecamatan Margadana Kota Tegal.
Adapun hipotesis statistik
yang digunakan adalah sebagai berikut:
2.2.3. Definisi Operasional
Konsep-konsep sosial yang sudah diterjemahkan menjadi satuan yang lebih
operasional yakni : variabel dan konstruk, biasanya belum sepenuhnya siap untuk
diukur. Hal ini demikian karena variabel dan konstrak sosial mempunyai beberapa
dimensi yang dapat diukur secara berbeda. Menurut Singarimbun (1995 : 46-47) “definisi
operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya
mengukur suatu variabel”. Dengan kata lain, definisi operasional adalah semacam
petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi
operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang
ingin menggunakan variabel yang sama. Berdasarkan informasi tersebut dia akan
mengetahui bagaimana caranya pengukuran atas variabel itu dilakukan, dengan
demikian dia dapat menentukan apakah prosedur pengukuran yang sama akan
dilakukan atau diperlukan prosedur pengukuran yang baru.
Variabel dalam penelitian ini adalah Implementasi Kebijakan Pemerintah
tentang Kredit Usaha Rakyat dan efektivitas pemberdayaan UKM Warteg Kecamatan
Margadana Kota Tegal.
Variabel bebas : implementasi
kebijakan Pemerintah tentang Kredit usaha rakyat. dengan dimensi faktor-faktor
yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu :
- Komunikasi,
indikatornya :
1) Adanya
pemahaman Aparat Dinas Perindagkop dan petugas bank pelaksana terhadap isi
kebijakan
2) Adanya
sosialisasi kebijakan Pemerintah kepada masyarakat pengusaha Warteg.
- Sumberdaya, indikatornya :
1) Tersedianya
sumber daya manusia dalam hal kemampuan dan keterampilan.
2) Adanya
fasilitas-fasilitas yang menunjang program operasional kebijakan.
- Sikap pelaksanaan kebijakan, indikatornya:
1) Adanya
dukungan dari pelaksana kebijakan terhadap pencapaian sasaran.
2)
Kecakapan dari pelaksana kebijakan dalam
menyampaikan isi kebijakan Kredit Usaha Rakyat kepada pengusaha Warteg.
d. Struktur Birokrasi, indikatornya:
1) Adanya
kejelasan tugas dan fungsi pelaksana kebijakan.
2) Kejelasan
prosedur kerja berdasarkan Standard
Operating Procedures (SOP).
Variabel terikat : Efektivitas Pemberdayaan UKM Warteg di Kecamatan
Margadana Kota Tegal dengan dimensi sebagai berikut :
1)
Kualitas, indikatornya
:
a.
Tanggung jawab aparat terhadap tugas pelaksanaan
pemberdayaan
b.
Koordinasi dengan instansi lain yang berkompenten di
bidang pemberdayaan
c.
Kesadaran masyarakat dalam pelaksanaan pemberdayaan
2)
Kuantitas, indikatornya
:
a.
Jumlah aparat yang tersedia untuk mengelola pelaksanaan
pemberdayaan
b.
Jumlah masyarakat yang mengikuti program pelaksanaan
pemberdayaan
c.
Jumlah perlengkapan atau alat yang tersedia untuk
pelaksanaan pemberdayaan
3)
Waktu, indikatornya
:
a.
Sesuai alokasi waktu yang dipergunakan untuk
melaksanakan pemberdayaan
b. Sesuai
jadwal waktu kegiatan pemberdayaan masyarakat.
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sasaran untuk
mendapatkan suatu data. Sesuai dengan pendapat Sugiyono (2008:13) mendefinisikan
objek penelitian adalah sebagai berikut:“Objek penelitian adalah sasaran ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal
objektif, valid dan reliable tentang
suatu hal (variabel tertentu).”
Definisi objek penelitian menurut I Made
Wirartha (2006:39) menyatakan bahwa: “Objek Penelitian (variabel
penelitian) adalah karakteristik tertentu yang mempunyai nilai, skor atau
ukuran yang berbeda untuk unit atau individu
yang berbeda atau merupakan konsep yang diberi lebih dari satu nilai.”
Dari definisi di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa objek penelitian adalah suatu sasaran ilmiah dengan tujuan dan
kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu yang mempunyai nilai, skor
atau ukuran yang berbeda. Objek penelitian merupakan sasaran dengan tujuan dan
kegunaan untuk mendapatkan data tertentu. Objek penelitian dalam skripsi ini
adalah Pengaruh Implementasi Kebijakan
Pemerintah Tentang Kredit Usaha Rakyat (variable X) Efektivitas Pemberdayaan
Usaha Kecil Dan Menengah Warung Tegal (variable Y).
3.1.1. Populasi
Pengertian populasi menurut Nawawi (1990:161) bahwa : “Populasi adalah
keseluruhan obyek-obyek penelitian yang dapat terdiri dari manusia,
benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau
peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu
dalam suatu penelitian”.
Populasi dalam penelitian ini adalah aparat Dinas Perindustrian
perdagangan dan koprasi Kota Tegal, Petugas Bank pelaksana dan mayarakat
pengusaha Warteg di Kecamatan Margadana
Kota Tegal. Untuk lebih jelasnya dapat
peneliti rinci sebagai berikut :
- Aparat Dinas Perindagkop Kota Tegal : 10 orang (N1)
- Petugas Pelaksana Bank BRI Kota Tegal : 12 orang (N2)
- Pengusaha
Warung Tegal :
440 orang (N3)
Jumlah : 462
orang (
N)
Dengan demikian, jumlah populasi yang diperoleh adalah
sebesar 462 orang.
3.1.2. Sampel
Teknik pengumpulan sampel yang peneliti gunakan adalah Stratified Random Sampling. Menurut
Nazir (2005 : 277) adalah populasi dibagi dalam kelompok yang homogen lebih
dahulu, atau dalam strata. Anggota sampel ditarik dari setiap strata. Jika
tidak semua strata ditarik sampelnya, maka ia menjadi multiple stage sampling.
Kemudian dalam menentukan ukuran sampel (n) dari jumlah populasi (N) yang
telah ditetapkan, peneliti menggunakan rumusan Taro Yamane atau Slovin (dalam
Riduwan dan Akdon,2006:249) dengan rumus:
Keterangan :
n = jumlah sampel.
N = jumlah populasi
Adapun perincian perhitungan sampel sebagai berikut :
1.
Aparat Dinas Perindagkop Kota Tegal :
Orang
2.
Petugas
Pelaksana Bank BRI Kota Tegal :
Orang
3.
Pengusaha Warung Tegal :
Orang
Jadi Ukuran sampel penelitian ini adalah :
1.
Aparat Dinas Perindagkop Kota Tegal : 2 Orang (
)
2.
Petugas Pelaksana
Bank BRI Kota Tegal : 2
Orang (
)
3.
Pengusaha Warung Tegal :
78 Orang (
)
Jadi jumlah sempel adalah :
82 Orang (
n)
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Tipe Penelitian
Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan Metode yang digunakan dalam penyusunan
skripsi ini adalah metode penelitian eksplanatif (penjelasan). Menurut Prasetyo (2006:43) penelitian eksplanatif dilakukan
untuk menemukan penjelasan tentang suatu kejadian atau gejala yang terjadi.
Hasil akhir penelitian ini adalah gambaran mengenai hubungan sebab akibat.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif Menurut
Sugiyono (2007:8) metode kuantitatif dapat diartikan sebagai ”metode penelitian
ini berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
3.2.2. Instrumen Penelitian
Instrumen
penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi :
- Pedoman angket atau daftar pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada responden dan bersifat tertutup yaitu responden tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan oleh peneliti dalam bentuk pilihan ganda.
- Pedoman wawancara yaitu daftar pertanyaan yang digunakan dalam bertanya jawab dengan Kepala Dinas Perindagkop Kota Tegal dan Petugas Bank Pelaksana Penyaluran Kredit Usaha Rakyat,serta Pengusaha Warteg.
- Pedoman observasi yaitu pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian.
- Alat dokumentasi, dengan menggunakan alat dokumentasi berupa kamera dan tape recorder.
3.2.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
peneliti gunakan adalah :
- Studi pustaka, yaitu peneliti mengumpulkan data dengan mempelajari literatur maupun teori-teori yang relevan dengan masalah yang akan diteliti.
- Studi lapangan, yaitu peneliti mengumpulkan data dengan melihat secara langsung terhadap objek yang diteliti melalui :
- Angket, yaitu pengumpulan data dengan membagikan angket quesioner kepada responden.
- Wawancara, dilakukan terhadap Kepala Dinas Perindagkop, dan Petugas Bank Pelaksana Penyaluran Kredit Usaha Rakyat serta beberapa responden yang diperlukan dalam mendukung angket penelitian.
- Observasi, yaitu pengamatan terhadap objek yang dilihat secara nyata di lokasi penelitian.
3.2.4. Teknik Analisis Data
Data-data yang diperoleh dalam hasil penelitian
selanjutnya dianalisa dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif,
seperti dikemukakan Sugiyono (2002:112) yaitu :
Statistik
deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya
tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
Termasuk dalam statistic deskriptif antara lain adalah penyajian data melalui
table, grafik, diagram lingkaran, perhitungan modus, perhitungan desil,
perhitungan penyebaran data melalui perhitungan rata-rata dan standar deviasi,
perhitungan persentase.
Dengan
demikian, analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan peneliti dalam
mengungkapkan makna dari data yang telah diperoleh dari proses penelitian yang
telah dilakukan serta digambarkan secara kuantitatif.
Dalam
kegiatan ini peneliti memberikan skor pada setiap alternatiif jawaban dari
daftar pertanyaan angket yang diajukan kepada responden sesuai dengan bobot
yang telah ditetapkan, yaitu bobot nilai berdasarkan Sudjana (1989:113) yang
menyatakan sebagai berikut :
“1.
Alternatif jawaban (a) diberi nilai atau skor 3.
2. Alternatif jawaban (b) diberi nilai atau
skor 2.
3. Alternatif jawaban (c) diberi nilai atau
skor 1.”
Terlihat
adanya variable bobot atau nilai skor jawaban yang bergerak antara 1 sampai 3
dengan panjang n kelas interval yaitu :
Tingkat kategori jawaban yang diperoleh dari responden
disesuaikan dengan ukuran penilaian yaitu :
a.
2.34 – 3.00 termasuk kategori “Baik”
b.
1.67 – 2.33 termasuk kategori “Cukup”
c.
1.00 – 1.66 termasuk kategori “Kurang”
Berdasarkan hasil penilaian dari variabel bebas dan variabel terikat maka
analisis variabel menggunakan rumus statistik yaitu rumus rata-rata
(Sudjana,1989:67) sebagai berikut :
Keterengan :
x = menyatakan rata-rata hitung
xi = menyatakan nilai jawaban
fi = menyatakan frekuensi untuk nilai xi yang bersesuaian.
Σ = menyatakan jumlah beruntu
Untuk mengetahui seberapa besar derajat hubungan antara
pelaksanaan penyaluran Kredit Usaha
Rakyat di Kecamatan Margadana Kota Tegal (variable bebas) dengan Efektivitas
pemberdayaan UKM Warteg (variable terikat) digunakan teknik Korelasi Product
Moment, seperti dikemukakan oleh Sugiyono (2002:148), yaitu :
Keterangan :
r = menyatakan
koefisien korelasi.
x = menyatakan nilai
variable x.
y = menyatakan nilai
variable y.
Pedoman yang digunakan untuk mengetahui tingkatan seberapa kuat pengaruh
antara variabel bebas dan variabel terikat tersebut maka peneliti menggunakan
pedoman pada table berikut ini :
Table 3.1.
Pedoman Untuk Memberikan Interprestasi
Koefisien Korelasi
No.
|
Interval
Koefisien
|
Tingkat
Hubungan
|
1.
|
0.00 –
0.199
|
Sangat
Rendah
|
2.
|
0.20 –
0.399
|
Rendah
|
3.
|
0.40 –
0.599
|
Sedang
|
4.
|
0.60 –
0.799
|
Kuat
|
5.
|
0.80 – 1.000
|
Sangat
Kuat
|
Sumber : Sugiyono (2002:149)
Selanjutnya untuk menyatakan
besar kecilnya sumbangan variabel bebas terhadap variable terikat dapat
ditentukan dengan rumus koefisien diterminan, seperti dikemukakan oleh Riduwan
dan Akdon (2006:125) yaitu :
Keterangan :
KD = Nilai Koefisien Diterminan
r = Nilai Koefisien Korelasi
Kegiatan selanjutnya adalah uji
signifikasi pengaruh yaitu apakah yang ditentukan berlaku untuk seluruh
populasi. Rumus uji signifikasi Korelasi Product Moment menurut Sugiyono
(2002:150) yaitu :
Keterangan :
t
= t hitung (Test signifikasi)
r
= Nilai Koefisien Korelasi
n = Jumlah Sampel
Nilai t hitung tersebut
dibandingkan dengan nilai dari table distribusi (Tabel t) dan menggunakan
derajat kebebasan (dk) sebesar n -2.
Analisis korelasi yang diperoleh
adalah :
- Jika t hitung ≤ t table maka Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan Kebijakan Kredit Usaha Rakyat terhadap Efektivitas pemberdayaan UKM Warteg di Kecamatan Mrgadana Kota Tegal.
- Jika t hitung > t table maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh pelaksanaan Kebijakan Kredit Usaha Rakyat terhadap Efektivitas pemberdayaan UKM Warteg di Kecamatan Mrgadana Kota Tegal.
3.2.5.
Rencana
pengujian keabsahan data
Keabsahan data adalah kegiatan yang dilakukan agar hasil penelitian dapat
dipertanggung jawabkan dari segala sisi. Keabsahan data dalam penelitian
ini meliputi uji validitas internal (credibility), validitas eksternal (transferability), reliabilitas (dependentbility), dan obyektivitas (confirmability). Hal ini sesuai pendapat
Sugiyono (2009:366) yang menyatakan bahwa uji keabsahan data pada penelitian
kualitatif meliputi uji validitas internal (credibility),
validitas eksternal (transferability),
reliabilitas (dependentbility), dan obyektivitas
(confirmability).
1.
Uji validitas internal (credibility)
Uji
validitas internal dilaksanakan untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan
informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya
oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan. Kriteria
ini berfungsi melakukan inquiry
sedemikian rupa sehingga kepercayaan penemuannya dapat dicapai.
Menurut Sugiyono (2009:368-375) Untuk hasil penelitian yang kredibel,
terdapat tujuh teknik yang diajukan yaitu. a. Perpanjangan pengamatan, b.
Meningkatkan ketekunan, c Triangulasi, d.
Diskusi dengan teman, e. Analisis kasus negative, f. Menggunakan bahan
referensi, g. Mengadakan member check
2.
Reliabilitas (dependability).
Reliabilitas
Berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan,suatu data
dikatakan reabel bila di teliti oleh peneliti yang berbeda diperoleh data yang
sama. Begitu juga bila dilakukan dalam waktu yang tidaksama didapatkan data
yang sama,tentunya berkenaan dengan sempel yang sama. Uji reliabilitas
dilaksanakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau
tidak, dengan mengecek apakah si peneliti sudah cukup hati-hati, apakah membuat
kesalahan dalam mengkonseptualisasikan rencana penelitiannya, pengumpulan data,
dan pengintepretasiannya.
3.
Obyektivitas (confirmability)
Obyektivitas
berkenaan dengan derajat kesepakatan antara banyak orang terhadap data. Uji obyektivitas dilaksanakan dengan
menganalisa apakah hasil penelitian disepakati banyak orang atau
tidak.Penelitian dikatakan obyektif jika disepakati banyak orang. Data yang
obyektif memiliki kecenderungan valid dan reliabel tetapi dalam penelitian
kuantitatif belum tentu semua data yang objektif valid dan reliabel. ini
berkenaan dengan manusia mahluk yang sangat komplek.
Dari penjelasan tersebut jelas kiranya dalam penelitian kuantitatif, untuk
mendapatkan data yang valid, reliabel dan obyektif, maka penelitian dilakukan
dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel, dilakukan pada sampel
yang mendekati jumlah populasi dan pengumpulan serta analisis data dilakukan
dengan cara yang benar. Dalam penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan data
yang valid dan reliabel yang diuji validitas dan realibilitasnya adalah
instrumen penelitiannya, sedangkan dalam penelitian kualitatif yang diuji
adalah datanya.
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam kesempatan ini, peneliti memilih lokasi Penelitian di Kecamatan Margadana Kota
Tegal. Kemudian kegiatan penelitian dilakukan selama
enam bulan yaitu dimulai pada bulan Maret 2011 sampat dengan Agustus 2011., dengan rincian sebagai berikut:
- Studi pustaka pada bulan April 2011 sampai dengan bulan Mei 2011.
- Penelitian awal pada bula Juni 2011.
- Penyusunan usulan penelitian pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2011.
- Seminar usulan penelitian pada bulan16 Agustus 2011.
- Penelitian lapangan pada bulan Agustus 2011 sampai bulan September 2011.
- Pengolahan data dan penulisan laporan pada bulan Agustus 2011 sampai dengan September 2011.
- Pra sidang pada bulan Oktober 2011.
- Sidang Skripsi pada bulan November 2011.
Secara lebih rinci, kegiatan
dan waktu penelitian dapat dikemukakan ke dalam bentuk tabel sebagai berikut
dibawah :
BAB IV
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Keadaan Objek Penelitian
4.1.1.1. Keadaan Geografis
Secara geografis wilayah kecamatan Margadana terletak diantara 06,51’ LS
–06,52’ LS dan 109,09’ BT – 109,10’ BT. dengan luas wilayah 11.76 Km², dengan batas wilayah sebagai berikut :
1.
Sebelah
Utara : Kecamatan Tegal Barat
2.
Sebelah Timur
: Kecamatan Tegal Timur
3.
Sebelah
Selatan : Kecamatan Tegal Selatan
4.
Sebelah
utara :
Kabupaten Brebes
Dilihat
dari Relief daerah kecamatan Margadana termasuk wilayah dataran rendah dengan
sruktur tanah, terdiri dari pasir dan tanah liat. Sementara temperatur udara
rata-rata 27,3’C atau suhu tropis degan ciri pesisir pantai.
Secara
Administratif Kecamatan Margadana termasuk dalam wilayah Kota Tegal yang
merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Tegah yang terletak pada pesisir
utara pulau jawa, Kecamatan Margadana meliputi 7 Kelurahan Serta terdiri atas
34 RW dan 189 RT, berikut ini Nama dan luas kelurahan yang berada dalam wilayah
Kecamatan Margadana.
Tabel
4.1 Nama Kelurahan dan Luas wilayah
No.
|
Kelurahan
|
Luas (Km²)
|
|
1.
|
Kaligangsa
|
2,53
|
|
2.
|
Krandon
|
1,20
|
|
3.
|
Cabawan
|
1,28
|
|
4.
|
Margadana
|
2,41
|
|
5.
|
Kalinyamat Kulon
|
1,52
|
|
6.
|
Sumurpanggang
|
1,00
|
|
7.
|
Pesurungan Lor
|
1,82
|
|
8.
|
LUAS TOTAL
|
11.76
|
Sumber : Kecamatan Margadana Tahun
2011
Secara Demografis
Keadaan penduduk kecamatan margadana yang tersebar di 7 Kelurahan masing-masing
ada yang padat penduduknya adapula yang relative cukup padat, secara umum
penyebaran penduduk dengan komposisi adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Menurut Jumlah Rumah Tangga Dan Jenis Kelamin
KELURAHAN
|
JUMLAH RUMAH TANGGA
|
PENDUDUK
|
||
LAKI-LAKI
|
PEREMPUAN
|
JUMLAH
|
||
Kaligangsa
|
2.914
|
5.470
|
5.327
|
10.797
|
Krandon
|
2.112
|
3.254
|
3.314
|
6.568
|
Cabawan
|
1.460
|
2.963
|
3.017
|
5.980
|
Margadana
|
5.048
|
6.536
|
6.254
|
12.790
|
Kalinyamat Kulon
|
1.631
|
2.713
|
2.818
|
5.531
|
Sumurpanggang
|
1.757
|
3.226
|
3.188
|
6.414
|
Pesurungan Lor
|
1.348
|
2.304
|
2.289
|
4.593
|
Jumlah
|
16.270
|
26.466
|
26.207
|
52.673
|
Sumber :
Kecamatan Margadana Tahun 2011
Kepadatan penduduk rata -
rata di kecamatan Margadana Kota Tegal pada tahun 2011 sebesar 4.479 jiwa/Km² dengan kepadatan penduduk tertinggi
di kelurahan Sumurpanggang sebesar 641 jiwa/Km² dan kepadatan terendah di
kelurahan Pesurungan Lor sebesar 253 jiwa/Km².
4.1.1.2.
Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan
Margadana Kota Tegal
Tugas Pokok
:
Berdasrkan peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 13
Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata kerja kecamatan dan kelurahan di kota
tegal dan peraturan walikota nomor 31 tahun 2008 tentang penjabaran tugas pokok
dan fungsi.berdasarkan hal tersebut Kecamatan margadana mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan pemerintahan, pembagunan dan sosial kemasyarakatan berdasarkan
asas otonomi daerah dan tugas pembantuan dan tugas lain yang dilimpahkan oleh
walikota.
Fungsi :
Untuk menyelengarakan tugas pokok tersebut
kecamatan margadana memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Mengkoordinasikan Penyelengaraan Kegiatan
Pemerintah.
b. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan
Masyarakat.
c. Mengkoordinasikan upaya penyelengaraan
ketentraman dan ketertiban umum.
d. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan
peraturan perundang-undangan.
e. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan
fasilitas pelayanan umum.
f. Membina penyelengaraan pemerintah kelurahan.
g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi
ruang lingkup tugasnya dan atau yang belum dapat dilaksanakan oleh pemerintah
kelurahan
4.1.1.3. Visi Misi Kecamatan Margadana Kota
Tegal
V i s i :
“Mewujudkan Manajemen Pemerintahan Yang
Efektif Melalui Kebersamaan Untuk Memberikan Pelayanan Terbaik Bagi
Masyarakat”. Visi ini diharapkan mampu memberikan arah dan motivasi kepada
aparatur dan segenap masyarakat Kecamatan Margadana dalam melaksanakan segala
kegiatan. Makna dari visi tersebut adalah :
Mewujudkan
manajemen pemerintahan yang efektif. Kalimat tersebut mengandung arti bahwa
kondisi yang diharapkan yaitu pembangunan, sosial kemasyarakatan dan jalannya
roda pemerintahan di Kecamatan Margadana berjalan lebih baik. Melalui
kebersamaan, mengandung arti bahwa metode yang digunakan dalam mewujudkan
manajemen pemerintahan yang efektif adalah dengan kebersamaan baik intern
maupun ekstern.
Memberikan
pelayanan terbaik bagi masyarakat, mengandung arti bahwa pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dibidang pemerintahan, pembangunan dan social kemasyarakatan
adalah pelayanan yang prima
M i s i :
Dari visi yang sudah dijelaskan
diatas maka makna yang terkandung didalamnya dapat dirumuskan bahwa Misi
Kecamatan Margadana adalah sebagai berikut:
1.
Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pembangunan,
pemerintahan dan social kemasyarakatan.
2.
Mendayagunakan potensi wilayah menuju konsep
pembangunan secara menyeluruh.
3.
Meningkatkan kinerja aparat kecamatan dalam upaya
meningkatkan pelayanan prima
4.1.1.4. Tujuan Sasaran Kecamatan Margadana Kota Tegal
Tujuan :
Tujuan yang ingin dicapai oleh
Kecamatan Margadana pada tahun 2009 – 2014 adalah sebagai berikut:
1.
Tergalinya partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan.
2.
Tergalinya potensi wilayah dalam usaha meningkatkan
kompetensi.
3.
Terciptanya pelayanan prima yang baik bagi masyarakat
Sasaran :
1.
Meningkatnya peran serta / swadaya masyarakat.
2.
Terwujudnya peningkatan usaha ekonomi produktif di
masyarakat dan terwujudnya lapangan usaha di wilayah Kecamatan Margadana.
3.
Tergalinya potensi wilayah menuju konsep pembangunan
yang menyeluruh.
4.
Terwujudnya SDM aparatur Kecamatan yang handal dalam
memberikan pelayanan ynag dibutuhkan masyarakat serta terwujudnya sarana dan
prasarana yang memadai untuk memberikan pelayanan kepada masyarkat.
4.1.1.5. Gambaran Umum Dinas
Perindusterian Perdaganagan Dan Koprasi Kota Tegal
Rencana strategis dari suatu institusi tidak terlepas
dari aspek evaluasi kinerja periode sebelumnya. Hal ini merupakan tuntutan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional Khususnya Pasal 29 ayat (2) yang menyatakan bahwa evaluasi kinerja
dijadikan bahan bagi penyusunan rencana Pembangunan Daerah untuk periode
berikutnya. Dinas Perindusterian Perdaganagan Dan Koprasi Kota Tegal merupakan
salah satu satuan kerja Perangkat Daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Tegal Peraturan wali Kota Nomor 31 Tahun 2008 tentang Pembentukan
dan Susunan Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintahan Kota Tegal. Hal tersebut terbentuk
sehubungan adanya perubahan paradigma penyelenggaraan kewenangan bidang
Pemerintahan yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi pada Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota dengan tujuan demokratisasi, pemberdayaan aparatur serta
peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
4.1.1.6.
Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Dinas Perindusterian,
Perdagangan, dan koprasi Kota Tegal
Visi
:
Terwujudnya kesejahteraan masyarakat
Kota Tegal melalui pengembangan koperasi usaha kecil menengah perindustrian dan
perdagangan yang berkualitas dan berwawasan lingkungan menuju Tegal yang cerdas.
Misi
:
a.
Meningkatkan Kualitas Kelembagaan koperasi dan UKM.
b.
Meningkatkan Peranan Koperasi dan UKM yang Berdaya
Saing.
c.
Meningkatkan Kualitas SDM Koperasi dan UKM.
d.
Menguatkan struktur industri dengan memberdayakan
potensi industri kecil dan menengah yang berwawasan lingkungan.
e.
Mengembangkan lembaga dan sarana perdagangan serta
sistem distribusi dalam negeri yang efektif dan efisien serta memberikan
perlindungan konsumen dan produsen.
Tujuan
:
1.
Meningkatkan pembinaan, pengembangan usaha koperasi,
usaha kecil, dan menengah agar memiliki daya saing usaha dalam rangka
meningkatkan perekonomian kota tegal.
2.
Membangun dan mengembangkan struktur industri dalam
upaya menunjang pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.
3.
Meningkatkan kegiatan informasi perdagangan barang dan
jasa dalam negeri serta menciptakan tertib niaga dan pelaksanaan perlindungan
konsumen dan produsen.
4.
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi
terkait dalam upaya mendorong serta mengembangkan hasil produksi melalui media
promosi dan pameran dagang.
Sasaran
:
a.
Meningkatkan lembaga koperasi yang aktif dan sehat.
b.
Meningkatkan kemampuan koperasi usaha kecil menengah
dalam proses produksi, distribusi, dan pemasaran.
c.
Meningkatkan kemandirian dan daya saing koperasi, usaha
kecil, dan menengah.
d.
Meningkatkan kemitraan antara koperasi, usaha kecil, dengan
usaha menengah, dan besar.
e.
Terwujudnya struktur industri yang kuat dengan didukung
oleh kerjasama antar sektor ekonomi lainnya.
f.
Meningkatkan kualitas pembinaan dan pelayanan terhadap
pelaku dunia usaha dalam upaya meningkatkan kuatitas dan kualitas produk.
g.
Meningkatkan jumlah wirausaha baru dalam menunjang
pertumbuhan ekonomi kota.
4.1.1.7. Gambaran Umum Bank BRI Unit Sumurpanggang
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan
Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21
tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas.
Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia.
Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank
ini, sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, yang masih digunakan sampai dengan
saat ini. Bank BRI Unit Sumurpang merupakan bagian dari Bank BRI cabang Kota
Tegal, yang terletak di Kecamatan Margadana.
4.1.1.8.Visi, Misi, Tugas Pokok Dan Fungsi Bank BRI
Unit Sumurpanggan Sebagai Bank Peksana Kredit Usaha Rakyat
Visi : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan
kepuasan nasabah.
Misi :
- Melakukan
kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha
mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat.
- Memberikan
pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas
dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dengan melaksanakan
praktek good corporate governance.
- Memberikan
keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Tugas pokok : Menghimpun dan Maupun penyaluran dana Masyarakat dalam
rangka kegiatan pembangunan perekonomian.
Fungsi : Memberikan Pelayanan, penawaran
jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat seperti jasa pengiriman uang ,
jasa penitipan barang berharga di tingkat kecamatan.
4.1.1.9. Program Pemberdayaan UKM di Kecamatan
Margadana
Berkaitan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
rangka pemberdayaan usaha kecil dan menengah melalui Pemerintah kecamatan
membuat program yang, akan diuraikan berdasarkan urutan sebagai berikut :
- Pengembangan
SDM atau Peningkatan profesionalisme UKM, dengan Pelatihan pengusaha UKM,
dan Penyuluhan Dengan tujuan membantu UKM dalam mengatasi, keterbatasan
akses informasi dan teknologi Meningkatkan penguasaan teknologi, dengan
tujuan meningkatkan efisiensi, produktifitas dan daya saing UKM, agar UKM
mampu melihat, menilai dan memahami perkembangan dan perubahan yang
terjadi dalam lingkungannya dan cepat tanggap mengantisipasi setiap
perubahan.
- Bantuan pendamping usaha, Tugas utama pendamping ini adalah memfasilitasi proses Pelatihan Tataboga yang dilaksanakan melalaui gerakan Ibu-ibu PKK, yang bertujuan memberi pengetahuan teknik dan resep-resep baru dalam mengolah masakan dan menjadi mediator dalam mengakses bantuan modal.
- Membantu Peningkatan akses Pemasaran dan jaringan usaha dengan membentuk Paguyuban Warung Tegal pada setiap daerah atau kota yang menjadi lokasi usaha Warung Tegal, dengan tujuan agar UKM Warung tegal mampu menguasai, mengelola dan mengembangkan pasar, degan berbagi informasi antar pengusaha.
- Peningkatan akses bantuan modal usaha, dengan tujuan memperkuat struktur permodalan UKM dan meningkatkan akses ke sumber-sumber pembiayaan, sebagai stumulan, tetapi harus dijamin adanya kerjasama dan kemitraan yang erat antara yang telah maju dengan yang masih lemah dan belum berkembang, dengan memfasilitasi pengusaha yang akan mengakses modal Kredit Usaha Rakyat di Bank, atau lembaga keuangan mikro lain seperti koprasi simpan pinjam.
4.1.1.10
Gambaran Umum Usaha Kecil dan Menengah Warung Tegal
Warung Tegal
(selanjutnya saya singkat Warteg) adalah
salah satu jenis usaha gastronomi yang
menyediakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau, nama ini seolah sudah
menjadi istilah yang umum untuk warung makan kelas menengah ke bawah di pinggir
jalan, baik yang berada di kota Tegal maupun di tempat lain, baik yang
dikelola oleh orang asal Tegal maupun dari daerah lain.
Gastronomi atau tata boga adalah seni, atau ilmu akan makanan yang baik (good eating). Sumber
lain menyebutkan gastronomi sebagai studi mengenai hubungan antara budaya dan makanan, di mana gastronomi
mempelajari berbagai komponen budaya dengan makanan sebagai pusatnya (seni
kuliner). Hubungan budaya dan gastronomi terbentuk karena gastronomi adalah
produk budidaya pada kegiatan pertanian sehingga pengejawantahan warna, aroma, dan rasa dari suatu makanan dapat ditelusuri
asal-usulnya dari lingkungan tempat bahan bakunya dihasilkan.
Dua ratus tahun yang
lalu, kata gastronomi pertama kali muncul di zaman modern tepatnya di Perancis pada puisi yang dikarang oleh Jacques
Berchoux (1804). Kendati
popularitas kata tersebut semakin meningkat sejak saat itu, gastronomi masih
sulit untuk didefinisikan. Kata gastronomi berasal dari Bahasa Yunani kuno gastros yang artinya"lambung" atau
"perut" dan nomos yang artinya "hukum" atau
"aturan".
Warung Tegal adalah salah satu
tipe warung makan atau usaha gastronomi, tataboga yang dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia, terutama melekat di kalangan masyarakat kelas menengah ke
bawah. Harga yang murah dan penyajian yang sederhana merupakan ciri khas yang
menjadi faktor utama mengapa warteg lebih melekat di kalangan masyarakat
tersebut. Sepiring nasi penuh, sepotong daging ayam, dan kuah sayur, misalnya,
dapat kita bayar hanya dengan harga Rp7000 Jika dibandingkan dengan restoran
Padang, harga menu makan di warteg jauh lebih murah.
Makanan
yang disajikan di warteg didominasi oleh hidangan Jawa. Maklum saja, yang
mempunyai usaha warteg adalah orang-orang Tegal yang merantau di kota-kota
besar, terutama di kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi, Bandung; Semarang, Solo, dan beberapa daerah lain.
Tegal
sendiri adalah salah satu kota di Jawa
Tengah yang terletak di wilayah Pantura (Pantai Utara). Uniknya, di wilayah
Tegal sendiri –menurut penuturan pengusaha warteg, sulit menemukan warteg.
Hanya ada beberapa warung di jalan utama. Itu saja tidak sesemarak di luar
daerah Tegal. Warteg cukup potensial di luar daerah. Pasalnya, warteg bisa
tumbuh dan berkembang ketika berada di lingkungan atau di kawasan industri di
kota-kota besar. Apakah mungkin di wilayah Tegal sendiri dibentuk sentra
warteg? Kemungkinan itu tampaknya kecil. Hal ini disebabkan karena kebanyakan
warga Tegal bukan pendatang. Jadi, kalaupun mendirikan usaha warteg,
kemungkinan untuk laris sangatlah kecil.
Meski
demikian, tidak ada sumber yang pasti, bagaimana bermulanya usaha warteg ini di
daerah-daerah yang saya sebutkan di atas. Namun, diperkirakan eksistensi warteg
mulai berkembang pada kurun tahun 1970-an ketika arus urbanisasi besar-besaran
mulai terjadi di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. Pendorong utamanya,
jelas, bahwa orang-orang Tegal yang merantau memandang kota-kota besar, seperti
Jakarta dan sekitarnya merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Mereka pun
menamakan warung nasinya dengan nama “warung Tegal”, karena memang dimiliki
oleh orang-orang Tegal. Hampir seluruh usaha rumah makan tersebut di wilayah
manapun diberi label “warteg”. Ini bukan bisnis franchise, tapi istilah warteg
itu sendiri memang betul-betul sudah menjadi brand image atau dengan kata lain
sudah menjadi istilah yang merakyat di mata masyarakat Indonesia sampai saat
ini.
Tidak
perlu aturan untuk meminta izin jika mendirikan rumah makan dengan nama
“warteg”, karena siapapun dapat dan boleh memakai label “warteg” tersebut untuk
menjalankan usahanya. Sehingga dengan “warteg” ini pula, hubungan kaum
perantauan dari Tegal ini dapat terjalin dengan baik sebagai sesama pengusaha
seprofesi. Oleh karena itu, para pengusaha warteg ini pun mempunyai inisiatif
untuk mendirikan perhimpunan kowarteg (Koperasi warung Tegal) yang bertujuan
untuk menjalin kerjasama dan membantu anggotanya melalui wadah koperasi
tersebut.
Banyaknya
pendatang dari daerah ke Jakarta tentu menjadi alasan utama mengapa warteg
makin bertambah jumlahnya dan makin kuat eksistensinya. Dalam arti, banyak dari
mereka yang bekerja di wilayah Jakarta dan sekitarnya sebagai buruh bangunan,
buruh pabrik, tukang becak, sopir bus, dan profesi lainnya yang umumnya
berpenghasilan rendah. Penghasilan yang rendah dan keberadaan warteg sudah
pasti dihubungkan dengan kemampuan finansial untuk mencari biaya makan yang
murah. Maklum saja, biaya hidup di kota-kota besar begitu tinggi. Sehingga
dengan kondisi demikian, warteg menjadi solusi tersendiri bagi kaum ekonomi
menengah ke bawah untuk menikmati makan yang murah meriah.
Selain
itu, target konsumen mereka adalah para mahasiswa daerah yang indekos. Tidak
heran kalau di daerah kampus, warteg dapat dicari dengan mudah. Ketika saya
pertama kali berkuliah di Cimahi maupun saat berjalan-jalan di Kota Bandung,
warteg memang menjadi tempat makan yang selalu penuh dengan mahasiswa, terutama
ketika jam makan siang. Kiriman uang dari orangtua yang terbatas menjadi alasan
utama, mengapa para mahasiswa memilih warteg.
Warga
Tegal memang lebih suka menjadi Wiraswasta, sebagian besar membuka usaha warteg
yang tergabung dalam perhimpunan Kowarteg (Koperasi Warung Tegal). Jika melihat
sekilas usaha warung nasi yang dilakoni kaum perantauan dari Tegal ini, mungkin
tidak pernah terlintas di benak kita, bagaimana kehidupan mereka di kampung
halamannya. Saya malah pernah berpikiran, bahwa mereka yang mengais rizki di
daerah lain mungkin adalah orang yang kehidupannya susah di kampung, sehingga
dengan membuka usaha warteg ini setidaknya mereka dapat menafkahi mereka dan
keluarganya di kampung halaman.
Ternyata
pikiran saya itu meleset. Bukan hanya sekedar untuk menafkahi keluarga mereka,
namun kesuksesan mereka ternyata layak diacungi jempol. Meski rata-rata
berpendidikan rendah, kekayaan mereka di tanah rantau sebagai pedagang warteg
tidak boleh dianggap remeh. Setiap pulang kampung, umumnya pada saat hari raya
Lebaran, para pengusaha warteg ini tak pernah lupa menyumbangkan uangnya, untuk
membangun linkungan dekat rumahnya atau desa masing-masing.
Suasana
ramai pun tampak di rumah-rumah mewah (menurut ukuran warga Tegal, karena
bertembok dan bertingkat) milik pengusaha warteg yang sukses di Jakarta.
Bahkan, keramaian itu sebenarnya sudah tampak dua hari sebelum Lebaran. Sebab,
beberapa hari menjelang Lebaran warga yang sukses membagi-bagikan sembako
(sembilan kebutuhan bahan pokok) dan uang kepada warga tidak mampu. Para
pengusaha itu pun membuka pintu lebar-lebar pada saat Lebaran tiba. Selama masa
masa mudik itulah ekonomi Kabupaten Tegal menjadi lebih semarak dan perputaran
ekonomi menjadi lebih dinamis Setelah mengantongi uang banyak dari bisnis
warteg, banyak dari mereka yang membangun rumah besar di desanya. Meski
demikian, rumah itu hanya dihuni kalau mereka pulang, ya itu tadi, saat
Lebaran. Kalau hari-hari biasa banyak yang tanpa penghuni.
Itu
sekilas rekaman kisah yang saya peroleh, baik dari pengalaman mengobrol dengan
pemilik warteg ketika masih kuliah dulu; maupun informasi yang pernah saya baca
dari media massa yang mengulas tentang bisnis warteg. Mereka memang memiliki
jiwa yang ulet, kreatif, dan mandiri, sehingga dapat meraih kesuksesan seperti
yang sudah saya kisahkan tadi. Bahkan, Pemerintah Daerah Tegal pernah mempunyai
rencana untuk mengutip Rp. 1000,- kepada tiap-tiap pengusaha warteg yang
tersebar ribuan jumlahnya di luar kota. Kalau program ini dilaksanakan, jutaan
rupiah tiap bulannya dapat mengucur ke kantong pemerintah daerah Tegal untuk
membangun desa-desa terpencil. Hal itu menjadi sebuah ukuran begitu pentingnya
peranan pengusaha warteg ini.
4.1.1.11. Kondisi Sentra Usaha Kecil dan Menengah
Warung Tegal di Kecamatan Margadana
Sentra Usaha
Kecil dan Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana sudah sangat cukup
dikenal, Keadaan para pengusaha Usaha Kecil dan Menengah Warung Tegal di
Kecamatan Margadana dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu :
a.
Aspek Sumber Daya Manusia
Keterampilan yang dimiliki para pengusaha Warung Tegal didapat
secara otodidak dari generasi ke generasi secara turun temurun dilingkungan
keluarga, selain itu para pekerja pembantu atau pelayan warung tegal yang
berperan dalam proses produksi cenderung tidak berpengalam, kalu pun
berpengalaman maka mereka cenderung menuntut upah yang tinggi sehinga membebani
ongkos produksi, selain itu saat ini muncul kecenderungan tidak adanya
regenersi pengusaha, hal ini terjadi karena sikap dan mental dari generasi
penerusnya yang cenderung lebih suka berkerja menjadi Pegawai Negri atau kerja
di peruashaan karena pengusaha Warteg
diangap sebagai pekerjaan rendah Akibatnya dirasakan semakin berkurangnya
jumlah pengusah yang di peroleh, yang apabila keadaan ini terus berlanjut dapat
di hawatirkan Usaha kecil dan menengah Warung Tegal tidak mampu bersaing dengan
usaha sejenis yang sedang berkembang seperti warung padang dan bisnis franchise
yang mengakibatkan kebangkrutan.
b.
Aspek Manajemen
Proses pengelolaan usaha
umumnya masih sederhana, karena masih ada dalam lingkungan keluarga yang kadang
kala menempatkan dirinya sendiri sebagai pimpinan, kadang pula sebagai operator,
dan berperan juga sebagai tenaga pemasaran. Tujuan mereka membuka usaha belum
jelas visi dan misinya, sehingga terkesan agar bisa makan dan menyekolahkan
anak sudah cukup puas. Sealin itu variasi masakan yang cenderung tidak
mengikuti selera pasar mengakibatkan usaha warung tegal sulit untuk naik
kelas,serta fuktuasi harga sembako juga mempengaruhi ongkos produksi sementara
harga jual sulit untuk dinaikan karaena target pemasaran adalah kalangan
ekonomi menengah bawah, Di samping itu belum diterapkannya sistem manajemen modern
menyebabkan sulitnya Usaha Kecil Menengah untuk berkembang.
c.
Aspek Permodalan
Keterbatasan
modal Merupakan masalah klasik pengusaha
warung Tegal, hal ini di sebabkan tidak adanya jaminan/ anggunan untuk pinjaman
kelembaga keuangan semisal Bank atau lembaga keuanagan mikro lain, belum menerapkan
manajemen keuangan yang moderen juga
sebagi salah satu masalah sulitnya pengusaha Warung Tegal untuk mengakses
pinjaman modal.
d.
Aspek Pemasaran
Lokasi
pemasaran Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Warung Tegal yang banyak berada di
kota-kota besar seperti Jakata, bogor, depok, bekasi ( jabodetabek), dan
Bandung meneyebabkan tingginya biaya kontrak tempat usaha ini membuat tingginya
modal yang di butuhkan untuk membuka tempat usaha baru. Faktor ini yang
menyebabkan kesulitan pengusaha warung Tegal untuk berkembang, Selain Itu Usaha
kecil dan mengah Warung Tegal yang belum berbadan Hukum memyebabkan sulitnya
mengakses program pengembangan UKM di lokasi pemasaran faktor lain yang meneyebabkan sulitnya pengusaha warung
Tegal adalah domisili pengusaha yang berbeda dengan lokasi usaha sering
mendapat pungutan liar dari oknum Pemerintahan setempat. Sumber : Observasi di lapanagan,12 juni 2011
4.2.
Pembahasan Hasil
Penelitaian
Dalam
bab ini peneliti mencoba membahas implementasi kebijakan Pemerintah tentang
Kredit Usaha Rakyat terhadap efektivitas pemberdayaan usaha kecil dan mengah (UKM)
Warung tegal (Warteg) di Kecamatan Margadana Kota Tegal, dimana kebijakan
Pemerintah merupakan suatu produk dari keputusan-keputusan yang akan diambil
dan ditetapkan dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.
Kemudian
peneliti membagi sistematika analisis pembahasan sebagai berikut :
1)
Sub bab 4.2.1. Implementasi kebijakan Pemerintah tentang
Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Margadana.
2)
Sub bab 4.2.2. Efektivitas Pemberdayaan Usaha Kecil dan
Menengah Warung tegal di Kecamatan Margadana.
3)
Sub bab 4.2.3. Pengaruh Implementasi kebijakan
Pemerintah tentang Kredit Usaha Rakyat terhadap Efektivitas pemberdayaan Usaha
Kecil dan Menengah Warung tegal di Kecamatan Margadana.
4.2.1. Implementasi kebijakan Pemerintah tentang
Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Margadana.
Implementasi
kebijakan merupakan satu tahapan setelah usulan kebijakan telah diterima dan
disahkan oleh pihak yang berwenang. Keberhasilan implementasi kebijakan akan
tercapai dan ditentukan oleh faktor-faktor implementasi kebijakan, yaitu
komunikasi, sumberdaya, sikap pelaksana kebijakan dan struktur birokrasi.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian dari penyebaran angket kepada para
responden dari item pertanyaan-pertanyaan yang berpedoman pada matriks
operasionalisasi variabel, diketahui sebagai berikut :
1)
Komunikasi
Faktor
komunikasi merupakan proses penyampaian pesan yang bertujuan untuk memberikan
kejelasan kepada pelaksana kebijakan dalam menyampaikan kembali kepada objek
kebijakan sehingga membentuk kesamaan penafsiran dalam mengimplementasikan
kebijakan tersebut. Komunikasi disini berperan peran penting dalam menunjang
keberhasilan implementasi kebijakan agar pelaksana kebijakan mengetahui apa
yang harus dikerjakan dan apa yang menjadi tujuan. Tujuan kebijakan harus
ditransmisikan (dipindahkan) kepada kelompok yang menjadi sasaran sehingga akan
mengurangi distosi (penyimpangan) implementasi.
Indikator
yang digunakan dalam dimensi faktor-faktor implementasi kebijakn yang pertama
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Adanya pemahaman oleh aparat Dinas Perindusterian
perdagangan dan koprasi dan petugas Bank BRI Unit sumurpanggang Sebagai
pelaksana terhadap isi kebijakan.
2.
Adanya sosialisasi kebijakan Pemerintah kepada
masyarakat pengusaha Warung Tegal.
Berdasarkan
hasil penyebaran angket kepada responden atas pertanyaan pada indikator adanya
pemahaman terhadap isi kebijakan oleh aparat Dinas Perindusterian perdagangan dan
koprasi dan petugas Bank BRI Unit sumurpanggang , dapat dilihat pada table
sebagai berikut :
Jawaban
responden tentang adanya pemahaman terhadap isi kebijakan oleh aparat Dinas Perindagkop
dan petugas Bank BRI Unit sumurpanggang kecamatan Margadana Kota Tegal (n=82)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari
pembahasan mengenai pengaruh implementasi kebijakan Pemerintah Tentang
Kredit Usaha Rakyat Terhadap efektivitas Pemberdayaan Usaha Kecil
Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal, peneliti mengambil
kesimpulan berikut ini :
Untuk variabel bebas yaitu implementasi
kebijakan Pemerintah Tentang Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Margadana.
Hal ini berdasarkan hasil rata-rata hitung yang didapat dari jawaban responden
melalui penyebaran angket diperoleh nilai sebesar 1,77 dan termasuk dalam
kategori “Cukup” (1,67-2,33).
Untuk variabel terikat yaitu Efektivitas
Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana
Kota Tegal masih belum efektif. Hal ini berdasarkan hasil rata-rata hitung
yang diperoleh dari jawaban responden melalui penyebaran angket diperoleh nilai
sebesar 1,62 dan termasuk dalam kategori “kurang” (1,00-1,66).
Berdasarkan hasil pengolahan dan
analisis data yang telah dikemukakan dalam bab pembahasan ternyata t hitung lebih besar dari pada t tabel sehingga diperoleh t hitung pada daerah penolakan Ho.
Dengan demikian hipotesis statistik Ho yang menyatakan tidak ada pengaruh
antara implementasi kebijakan Pemerintah
Tentang Kredit Usaha Rakyat Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah
Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal ditolak, dan hipotesis
alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian hasil koefisien korelasi antara
variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu sebesar 0,673 signifikan, dalam
arti koefisien korelasi tersebut dapat digeneralisasikan pada populasi dimana
sampel diambil atau data tersebut mencerminkan keadaan populasi.
Dalam perhitungan koefisien
korelasi, yaitu
. Jadi koefisien diterminannya adalah
Hasil ini menunjukan bahwa ada pengaruh
implementasi kebijakan Pemerintah Tentang Kredit Usaha Rakyat Terhadap Efektivitas
Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kata Tegal
adalah sebesar 45,29%, sedangkan sisanya 54,71% adalah
faktor-faktor lain yang ikut memperngaruhi terhadap pemberdayaan pengusaha UKM Warteg
di Kecamatan Margadan.
Dari uraian tersebut, peneliti
menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis Korelasi
Product Moment menunjukan terdapat pengaruh antara implementasi kebijakan
Pemerintah Tentang Kredit Usaha Rakyat Terhadap efektivitas Pemberdayaan
Usaha Kecil Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal,
sehingga hipotesis yang peneliti ajukan yaitu : “Pengaruh implementasi
kebijakan Pemerintah Tentang Kredit Usaha Rakyat Terhadap efektivitas Pemberdayaan
Usaha Kecil Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal”,
telah teruji secara empirik melalui penelitian di lapangan.
5.2. Saran
Berdasarkan uraian dalam pembahasan
dan kesimpulan mengenai Pengaruh implementasi kebijakan
Pemerintah Tentang Kredit Usaha Rakyat Terhadap efektivitas Pemberdayaan
Usaha Kecil Menengah Warung Tegal di Kecamatan Margadana Kota Tegal.
Dalam kesempatan ini, peneliti ingin memberikan saran untuk Pemerintah Kota
Tegal Khususnya Kecamatan Margadana dan Dinas
Perindusterian, Perdagangan dan Koprasi Kota Tegal dan seluruh jajarannya
sebagai berikut :
Diharapkan Dinas Perindusterian,
Perdagangan dan Koprasi dan instansi yang terkait lainnya lebih mengintensifkan
kegiatan sosialisasi kebijakan yang terkait dengan pemberdayaan, sehingga
mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kebijakan Pemerintah
tentang Pengembangan Usaha Kecil Menengah dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan dari masyarakat pengusaha dan pengrajin.
Pemerintah Kota Tegal Khususnya
pemerintah kecamatan Margadana seharusnya lebih memperhatikan
sfasilitas-fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang
pengembangan ekonomi di sentra UKM, seperti penyediaan sarana informasi yang
bertujuan sebagai media komunikasi dan sosialisasi kebijakan dalam pengembangan
dan pemeberdayaan UKM.
Sedangkan
untuk dinas perindusterian, perdagangan dan koprasi diharapkan lebih aktif
mendekati sentra UKM Warteg untuk memberikan pelatihan dan pendampingan, baik
teknis ataupun moral.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Pramono
Setia Budi
Tempat, tanggal lahir :Tegal, 03 September 1987
NIM :
6111071053
Jurusan : Ilmu
Pemerintahan
Fakultas : FISIP
Alamat :
Jln, Probolinggo Gang Bawal II Rt.05/05 Kelurahan Margadana Kota Tegal
Telp :
085642644447
Orang tua :
a.
Nama Ayah :
Daroso
b.
Pekerjaan :
Wirasuasta
c.
Alamat :
Jln, Probolinggo Gang Bawal II Rt.05/05 Kelurahan Margadana Kota Tegal
d.
Nama Ibu :
Kasirah
e.
Pekerjaan :
Ibu Rumah Tangga
f.
Alamat :
Jln, Probolinggo Gang Bawal II Rt.05/05 Kelurahan Margadana Kota Tegal
B.
RIWAYAT PENDIDIKAN :
a.
Sekolah Dasar Negeri Margadana 2
b.
Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Tegal
c.
Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tegal